HOT..!!!!!!!!!!

abg

ia berada di bawahku dan kedua kakinya menjepit punggungku...

Mobil yang dipaksa didorong itu akhirnya sampai juga di depan bengkel. Bengkel itu disebut BENGKEL TIARA oleh penduduk setempat, menurut mereka TIARA itu singkatan dari TIDAK ADA PRIA. Setelah kuperhatikan, ternyata semua montirnya, walau berseragam montir yang berlepotan oli, adalah para wanita muda yang cantik dan sexy. Mereka terlihat ramah dan senang diajak ngobrol. Kasirnya juga seorang wanita. Jadi sama sekali tidak ada pegawai pria di sana. Hebat juga ya? Melihat kenyataan itu, pikiran isengku muncul.

Kebetulan mobil Pantherku mereka tarik ke ruang dalam bengkel yang sunyi senyap dan tertutup. Dua orang montir cantik ditugaskan untuk menangani mobil itu. Saat mereka tengah memeriksa bagian depan mobil Panther tempat mesinnya berada, dengan sengaja kujulurkan kedua tanganku ke arah pantat mereka. Mereka sedang berdiri menunduk untuk memeriksa mesin mobil. Perlahan kuraba pantat mereka dengan pelan. Tidak ada reaksi. Karena kelihatannya mereka tidak keberatan, lalu kuremas-remas pantat mereka berdua. Nah kali ini mereka menoleh.

"Mas... tangan Mas nakal deh... kalo mau yang lebih enak, tunggu ya. Begitu kami selesai menservis mobil ini, pasti yang punya mobil akan kami servis juga. Jangan kuatir deh.., kami ahlinya dalam menservis dua-duanya. Ha-ha-ha-ha..." ujar salah seorang montir cantik yang belakangan kuketahui bernama Gita sambil tersenyum genit.
Aku kaget bukan kepalang. Nah ini dia yang kucari. Jarang lho ada bengkel seperti ini. Ternyata apa yang dijanjikan Gita ditepati mereka berdua. Saat itu juga aku diajak ke lantai atas di sebuah rumah di belakang bengkel besar itu. Di sana ada beberapa kamar yang dilengkapi dengan perlengkapan tidur dan perlengkapan mandi yang serba moderen. Begitu mewah dan mentereng tempatnya. Jauh sekali perbedaannya bila dibandingkan dengan bengkel di depannya.

Kedua cewek montir tadi (seorang lagi bernama Tutut), saat aku terperangah menatap ruangan kamar itu, tiba-tiba entah dari mana muncul dengan hanya mengenakan pakaian minim. Alamaak..! Hanya BH dan celana dalam tembus pandang yang menutupi tubuh seksi mereka. Aku tidak menyangka bahwa tubuh mereka yang tadinya terbungkus seragam montir berwarna biru muda, begitu sexy dan montok. Buah dada mereka saja begitu besar. Gita kelihatannya berpayudara 36B, dan Tutut pasti 38. BH yang menutupinya seperti tidak muat. Langsung saja si penis andalanku mulai mengeras. Tanpa menunggu waktu lagi, aku segera membuka pakaianku.

Setelah hampir semua baju dan celanaku terlepas, keduanya tanpa banyak bicara mendorongku supaya jatuh telentang di atas tempat tidur. Aku pun diserbu. Saat itu hanya tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuhku. Gita dengan ganasnya langsung menyerang bibir dan mulutku. Ciuman dan permainan lidahnya begitu menggebu-gebu, hampir saja aku tidak dapat bernafas dibuatnya. Tutut pun tidak kalah ganasnya. Tangannya langsung meraba-raba senjataku dari luar celana dalamku. Pelan tapi pasti rabaan dan remasannya itu membuatku menggelinjang hebat. Ia pun menjilati bagian penisku itu, terutama di bagian kepalanya.

Lalu dengan inisiatifnya sendiri, Tutut menurunkan celana dalamku. Maka si kecil pun langsung mencuat keluar, keras, tegak, dan besar. Tangan Gita langsung mengocok-ngocok penisku. Sementara Gita mulai terus menjilati buah zakar dan terus ke bagian pangkal penisku. Memang penisku tergolong besar dibandingkan ukuran rata-rata penis orang Indonesia, panjang 24 cm dan diameter 8 cm.

Kedua cewek montir itu sekarang bergantian menjilati, mengocok dan mengulum penisku seperti orang kelaparan. Aku sih senang-senang saja diperlakukan seperti itu. Sementara itu dengan leluasa kedua tanganku bergegas membuka pengait bra mereka berdua. Setelah penutup payudara mereka terbuka, tanganku mulai sibuk meremas-remas kedua gunung kembar mereka.

Beberapa menit kemudian, Tutut mulai membuka celana dalamnya. Lalu ia mengarahkan vaginanya ke mulutku. Oh aku mengerti. Kini gantian aku yang harus menghisap bagian liang kewanitaannya. Seumur hidupku sebenarnya aku belum pernah melakukannya. Aku takut karena baunya yang tidak sedap. Ternyata perkiraanku salah. Saat kuendus baunya, ternyata vagina si Tutut terasa amat wangi. Karena baunya menyenangkan, aku pun menjulurkan lidahku ke liang kemaluannya. Lidahku berputar-putar masuk keluar di sekitar vaginanya.

Sementara itu, Gita masih terus mengulum dan mengisap penisku. Kemudian tanpa dikomando, ia pun melepaskan CD-nya dan langsung duduk di atas perutku. Dengan lembut tangan kirinya meraih penis tegakku lalu pelan-pelan dimasukkannya ke dalam liang senggamanya.
"Bless... bless... bless..!" terdengar suara kulit penisku bergesekan dengan kulit vaginanya saat ia mulai turun naik di atas tubuhku.
Aku jadi merem melek dibuatnya. Kenikmatan yang luar biasa. Ia juga terlihat terangsang berat. Tangan kanannya memegang payudara kanannya sementara matanya terpejam dan lidahnya seperti bergerak keluar masuk dan memutar. Dari mulutnya terdengar suara erangan seorang wanita yang sedang dilanda kenikmatan hebat.

Rupanya si Tutut tidak mau kalah atau tidak dapat bagian. Ia mendekati Gita yang sedang bergerak dengan asyiknya di atas perutku. Gita pun mengerti. Ia turun dari perutku dan menyerahkan penisku kepada Tutut. Dengan raut wajah terlihat senang, Tutut pun duduk di atas penisku. Yang lebih gilanya lagi, gerakannya bukan saja naik-turun atau memutar, tapi maju mundur. Wah.., aku jadi tambah terangsang nih jadinya. Dengan sengaja aku bangkit. Lalu kucium dan kuemut payudara kembarnya itu.

Dua puluh menit berlalu, tapi 'pertempuran' 2 in 1 ini belum juga akan berakhir. Setelah Tutut puas, aku segera menyuruh keduanya untuk berjongkok. Aku akan menyetubuhi mereka dengan gaya doggy style. Konon gaya inilah yang paling disukai oleh para montir wanita yang biasa bekerja di bengkel-bengkel mobil bila ngeseks. Aku mengarahkan penisku pertama-tama ke liang kenikmatan Gita dan tanpa ampun lagi penis itu masuk seluruhnya.
"Bless! Jeb! Jeb..!"
Kepala Gita terlihat naik turun seirama dengan tusukanku yang maju mundur.

Tiba-tiba saja Gita memegang bagian kepala ranjang dengan kuatnya.
"Uh..! Uh..! Uh..! Aku mau keluar, Mas..!" erangnya dengan suara tertahan.
Rupanya ia orgasme. Lalu aku pun mencabut penisku yang basah oleh cairan kemaluannya Gita dan kumasukkan ke vagina Tutut. Perlu kalian tahu, vagina Tutut ternyata lebih liat dan agak sulit ditembus dibanding punyanya Gita. Mungkin Tutut jarang ngeseks, walau aku yakin betul kedua-duanya jelas-jelas sudah tidak perawan lagi.

Begitu penisku amblas ke dalam vagina Tutut, penisku seperti disedot dan diputar. Sambil memegang pantat Tutut yang amat besar dan putih mulus, aku terus saja maju mundur menyerang lubang kenikmatan Tutut dari belakang. Hampir saja aku ejakulasi dari tadi. Untung saja aku dapat menahannya. Aku tidak mau kalah duluan. Sepuluh menit berlalu, tapi Tutut belum juga orgasme. Maka kubaringkan dia sekali lagi, dan aku akan menusuk vaginanya dengan gaya konvensional. Seperti biasa, ia berada di bawahku dan kedua kakinya menjepit punggungku. Aku dapat naik turun di atas tubuhnya dengan posisi seperti segitiga siku-siku. Matanya merem melek merasakan kedahsyatan penis ajaibku.

Permainanku diimbangi dengan usahaku untuk mengulum puting payudaranya yang besar dan kenyal. Ternyata dengan mengulum payudara itu, spaningku semakin naik. Penisku terasa semakin membesar di dalam kemaluannya Tutut. Dan tiba-tiba.., sesuatu sepertinya akan lepas dari tubuhku.
"Crot..! Crot..! Crot..!" aku mengalami ejakulasi luar dahsyatnya.
Sebanyak dua belas kali semprotan maniku berhamburan di dalam vaginanya Tutut. Aku pun lemas di atas tubuhnya.

Saat aku sudah tertidur di atas kasur empuk itu, tanpa setahuku Tutut dan Gita cepat-cepat mengenakan pakaiannya kembali dan kemudian pergi entah ke mana. Lalu kudengar langkah seorang pria berjalan masuk ke kamar itu. Ia mendekati ranjang dan membangunkanku.
"Van.., bangun, Van..!" tangannya yang kekar terasa menggoyangkan punggungku yang telanjang.
Saat aku membuka mata, ternyata Paman!
"Lho, Paman.., bukankah Paman tadi udah pulang bersama Bibi dan adik-adik..?"

Ia menjawab sambil mengganggukkan kepala, "Benar, Ivan... kedua wanita tadi adalah pegawai-pegawai Paman sebenarnya... Mereka berdua Paman suruh men'servis' kamu karena Paman dan Bibi tidak sempat memberimu hadiah ultahmu ke 28 bulan yang lalu, jadi itu hadiahnya. Dan mengenai mobil Panther itu, Paman sengaja mengotak-atik kabel mesinnya, lalu kuajarkan si Sri Hadiyanti dan Regita Cahyani itu untuk membetulkannya. Anggap aja kejutan ya, Van... tapi kamu puas kan atas pelayanan mereka berdua? Jangan kuatir.., selama kau berada di sini, Paman mempersilakan kamu mengencani mereka sampai kamu bosan. Kebetulan kan tiap hari mereka masuk kerja. He-he-he-he..."

Wah.., pengalaman tidak terlupakan nih! Memang sejak itu, selama 15 hari aku berada di Malang dalam rangka libur semesteran kuliahku di Amerika, aku sepertinya tidak bosan-bosan melayani kencan seks kedua gadis seksi itu. Setiap kali kami selesai melakukannya, Gita selalu berkata, "Mas Ivan... kami belum pernah merasakan penis yang begitu hebat dan perkasa menerobos vagina kami.., biasanya kalo tamu Pamanmu, mereka baru 1 menit udah KO! Tapi kau kuat sekali... bisa sampai dua setengah jam... minum apa sih, Mas..?"
Setiap kali ditanya begitu, aku hanya tersenyum simpul dan menjawab, "Ada deh..."
Keduanya menatap keheranan.

Doni meremas kedua belahan pantat ibu sambil menusuk-nusukkan penisnya

Walaupun masih kelas 2 SMP, tapi bentuk tubuhku sudah seperti postur tubuh gadis umur 17/18 tahun. Walaupun belum besar dan kencang seperti sekarang, tapi payudaraku sudah tumbuh melebihi anak perempuan seusiaku. Bahkan tak jarang, teman-teman lelakiku berusaha untuk meremas atau paling tidak berusaha untuk memegang payudaraku ini. Ini tak lepas dari partisipasi ibuku dalam membentuk aku. Ibu selalu mengajarkan aku untuk menjaga badan. Ibuku saja, pada saat itu, badannya masih kayak orang belum kimpoi. Buah dadanya besar dan kencang, pantatnya bulat dan montok, tapi pinggangnya langsing. Dan ibu selalu mengajakku ketika ia sedang dandan, dan akupun mulai belajar berdandan dan merapihkan diri. Ibu juga mengajari aku cara merapihkan bulu-bulu yang ada di sekitar kemaluanku. Ibu tidak malu untuk memperlihatkan kemaluannya sendiri, dalam rangka memberikan pelajaran untukku.

Terkadang, ketika sedang jalan atau belanja ke pasar, ibu sering di goda oleh laki-laki. Tapi ibu selalu senyum dan bilang begini; “Lihat Mi,… semua laki-laki pada ngeliatin ibu. Mereka cuma bisa lihat, tapi gak bisa nyentuh… kasihan ya…?!” Tapi memang, ibuku yang cantik dan sexy ini selalu menjadi pusat perhatian. Dan ibu pun seolah selalu ingin memamerkan keindahan tubuhnya. Ibu nggak pernah malu untuk berpakaian, mulai dari celana jeans ketat, rok mini (yang pendek banget), sampai baju-baju yang agak terbuka. Kalau di rumah,… jangan ditanya…. Dia selalu memakai celana pendeknya yang super pendek dan ketat. Bahkan, kalau di rumah nggak ada orang, dia pasti telanjang bulat (hihihi… nggak ibu, nggak anak…. Sama aja!).
Pernah ada satu kejadian. Waktu itu, aku dan ibu sedang jalan-jalan ke Aldiron di Blok M. Saat itu, kami sedang makan di sebuah rumah makan. Aku sedang duduk-duduk sambil menunggu pesanan, dan ibu sedang ke kamar kecil. Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang mendatangi aku dan bertanya; “Dek, tadi itu ibu kamu ya?” tanya laki-laki itu. “Iya!” jawabku. Lalu ia bertanya lagi, “Bilang sama ibunya ya… tanyain, Om boleh kenalan nggak?”, lalu dia balik ke kursinya sendiri. Ketika ibu balik dari kamar kecil, aku menyampaikan pesan orang tadi. Lalu ibu melihat ke arahnya dan tersenyum. Singkat cerita, 1 jam kemudian kami sudah belanja-belanja bertiga; aku, ibu dan laki-laki tadi (namanya Om Rahmat). Sepulangnya dari Blok M, kami diajak mampir kerumahnya Om Rahmat. Kami disana dari jam 3 sore, sampai jam 9 malam. Aku disuguhin apa aja yang aku mau. Di situ cuma ada Om Rahmat saja, nggak ada siapa-siapa lagi. Aku cuma nonton video atau main nintendo (katanya punya anaknya Om Rahmat). Ibu dan Om Rahmat ngobrol-ngobrol di kamarnya Om Rahmat di atas, sementara aku di bawah, dan mereka nggak pernah keluar kamar.
Aku cuma ngeliat ibu turun 3 kali, katanya mau ke kamar mandi, dan ibu hanya memakai handuk saja. Aku sempet tanya, tapi kata ibu, dia dan Om Rahmat sedang olahraga senam di kamar atas. Pas pulang, kami dianterin sampai depan gang dekat rumah. Sebelum turun mobil, ibu sempat dicium sama Om Rahmat di bibirnya, laaammmaaa banget…!
Terus, tangannya Om Rahmat ngeremes-remes dadanya ibu, dan ibu merogohkan tangannya ke dalam celana pendeknya Om Rahmat, seperti sedang menggenggam sesuatu. Setelah selesai, kamipun turun mobil dan pulang. Pas lagi jalan mau kerumah, ibu ngomong begini; “Mia, nanti nggak usah bilang ke ayah, kita darimana. Nanti ayahmu jantungan… bilang aja kita kemaleman di jalan, soalnya kena macet!” Aku hanya menganggukkan kepala, mengiyakan perintah ibu. Dan kejadian itu nggak Cuma sekali-dua kali… tapi sering sekali, dan nggak cuma sama Om Rahmat, tapi juga sama beberapa pria yang aku lupa namanya.Tapi yang jelas, pada saat itu aku merasa bangga sekali punya ibu yang cantik, sexy, selalu jadi pusat perhatian dan baik sama orang (soalnya waktu itu, ibu bilang kalo’ ibu selalu bantuin dan ngajarin olahraga ke semua pria yang aku lihat… tanpa dibayar! Baik kan?) O iya… nama ibuku Mirna.

Suatu hari, ayah sedang tugas luar kota selama 2 minggu. Ketika berangkat ke bandara, ibu ikut mengantarkan ayah. Sepulangnya dari bandara, ibu diantarkan pulang oleh salah seorang teman kantor ayah. Namanya Om Doni. Dia sempat ngobrol sebentar sama ibu, terus dia langsung pulang. Setelah ganti baju, ibu bilang kalo’ Om Doni mengajak ibu nonton bioskop dan makan malam. Aku disuruh jaga rumah sendiri… karena memang, aku ini adalah anak tunggal. Ketika aku dan ibu baru selesai shalat magrib, Om Doni datang menjemput ibu. Setelah ganti baju dan sedikit berdandan, mereka pun berangkat. Mereka pulang sekitar jam 11 malam. Ibu bilang, Om Doni mau nginep dirumah, soalnya ibu takut tidur sendiri. Jadinya, nanti Om doni tidur dikamar Ibu. Karena besok harus masuk pagi, aku pamit tidur sama ibu (yang sedang melepas bra di kamarnya) dan Om Doni (yang lagi duduk dipinggiran tempat tidur, dan sedang melepas celana dalamnya).

Aku terbangun. Aku lihat jam… jam 2 pagi. Aku mendengar ada suara orang ngobrol dan tertawa dari arah kamar mandi. Suaranya sih suara ibu dan Om Doni. Untuk memastikan, aku bangun dan berjalan pelan-pelan ke kamarnya ibu. Kamarnya ibu berantakan banget! Di lantai, ada baju dan celana dalam ibu, juga baju dan celana dalam laki-laki (mungkin punya Om Doni). Tempat tidur berantakan, dan di seprei ada cairan putih yang banyak sekali. Setelah kusentuh, cairan itu ternyata lengket banget. Pada saat itu, aku penasaran… ini apa ya? Lalu aku balik ke kamarku dan pura-pura tidur. Di luar, aku mendengar ibu dan Om Doni balik ke kamar sambil tertawa tertahan. Setelah aku pastikan mereka sudah ada di dalam kamar, aku bangun lagi dan berjalan pelan-pelan ke kamarnya ibu. Rupanya, pintunya nggak dikunci. Aku buka pelan-pelan dan aku mengintip ke dalam.

Didalam kamar, aku melihat seprei yang tadi sudah berada di lantai. Aku mendengarkan pembicaraan mereka;
“Makanya… kalo’ aku bilang keluarin di dalem… keluarin aja!” kata ibu.
“Aku nggak enak sama kamu…” sahut Om Doni, “ kalo’ jadi,… gimana?”
Kan aku sudah bilang… aku selalu minum pil! Kamunya aja…. Dan kalaupun toh jadi, berarti Mia punya adik dan kita punya anak… iya kan? Pusing-pusing amat. Pokoknya, manfaatin memekku sebaik-baiknya… mumpung masih punya kamu. Nanti kalau suatu saat di pake orang, kamu nyesel lho!”
“Ya sudah… nanti babak ke 2, aku buangnya di dalem! Setuju?”
“OK!” kata ibu.
Mereka ngobrol dengan suasana dan kondisi yang aneh sekali. Mereka berdua telanjang bulat, terus ibu duduk mengangkang diatas Om Doni yang tidur terlentang. Setelah itu, aku melihat ibu berputar dan membungkuk di bawah Om Doni sambil mengemut sesuatu yang panjang dan besar. Yang kalau di buku biologi, namanya penis. Ibu ngapain ya?
Karena pintu kamar ibu langsung menghadap tempat tidur dari samping, maka akupun dapat dengan jelas melihat semua kegiatan mereka. Setelah mami selesai mengemut, sekarang posisinya gantian, Om Doni menjilati selangkangannya ibu sambil meremas-remas dadanya. Posisinya ibu, dia terlentang, dan pahanya dibuka lebar-lebar. Terkadang, Om Doni menyelipkan jarinya ke arah selangkangan ibu. Tapi kalo’ aku lihat, ibu sepertinya keenakkan, walaupun terkadang ia menjerit kecil. Tapi desahannya membuat jantungku deg-degan. Setelah mendengar ibu teriak tertahan, aku melihat Om Doni memasukkan penisnya ke dalam vaginanya ibu.
Sambil berlutut, Om Doni bergerak maju mundur. Ibu dan Om Doni sama-sama mendesah keenakkan. Om Doni bergerak makin cepat, sementara tangannya memegangi lutut ibu… lalu Om Doni berhenti. Pelan-pelan, ia mengeluarkan penisnya lalu mengocoknya dengan tangan. Aku melihat ibu bergerak perlahan. Sambil mengelus vaginanya, ia bangun dan membuat gerakan menungging, membelakangi Om Doni. Setelah itu, Om Doni memasukkan lagi penisnya ke dalan vaginanya ibu. Pinggangnya ibu di pegang oleh Om Doni, lalu ia kembali membuat gerakan maju mundur, kadang cepat, kadang pelan. Aku juga melihat dadanya ibu bergoyang kencang sekali.
Sekitar 10 menit kemudian, Om Doni berhenti, lalu tiduran terlentang. Penisnya yang besar dan panjang itu, di pegang sama ibu… terus ia memasukkannya sendiri kedalam vaginanya. Ibu sekarang duduk berlutut diatas Om Doni. Sementara penisnya, menancap di vaginanya ibu. Aku melihat tangannya ibu diatas dada teman ayah itu. Aku berfikir, mungkin untuk menyangga badannya yang agak condong ke depan supaya tidak jatuh, karena pada saat yang bersamaan, ibu menggoyangkan pinggulnya maju-mundur, turun naik, dan kadang di putar-putar. Nggak lama setelah itu, ibu menjatuhkan dirinya di di dada Om Doni, lalu diam tak bergerak. Desahan dan erangan ibu semakin keras, ketika Om Doni meremas kedua belahan pantat ibu sambil menusuk-nusukkan penisnya terus menerus ke dalam vagina ibu. Penis Om Doni yang besar itu terlihat basah sekali, ketika ia bergerak makin cepat dan ibu berteriak tertahan. Di tengah desahan, erangan dan teriakan tertahannya, tiba-tiba aku mendengar ibu ngomong; “Aku dapet… aku dapet!!! Kamu hebat..!!” Pada saat itu, aku bingung mendengarnya, dapet? Dapet apaan? Gak lama kemudian, aku juga mendengar Om Doni ngomong; “Mir… aku mau keluar! Memekmu siap nerima ya…..”
Setelah itu, sambil masih berpelukan, ibu dan Om Doni berputar. Sekarang ibu dibawah. Aku melihat kedua kakinya dilingkarkan di pantat Om Doni, seakan-akan sedang sedang menekan dan menariknya, sementara tangannya dilingkarkan di leher Om Doni. Tak lama, aku mendengar Om Doni dan ibu berteriak pelan “Aacchhhh….!!!” Dengan nada puas. Setelah menekan-nekankan pantatnya 3 kali, Om Doni bangun dan mencabut penisnya. Lalu ia menggenggam dan mengocokkannya di depan mulut ibu yang membuka. Ada cairan putih yang keluar dari penis Om Doni. Ibu menelan cairan itu, lalu kembali menghisap-hisap penis Om Doni yang berlutut sambil mengangkang diatas mulutnya. Om Doni tersenyum puas, sambil melihat ibu yang bernafsu sekali menjilati penisnya, aku mendengarnya berkata; “Dasar kamu, udah nerima di dalem… masih aja pingin dapetin peju sisa…” Lalu mereka berdua tertawa.

tubuhku diangkat lalu didudukkan lagi dengan zakarnya sudah menancap dalam di memekku

Kamarku di bagian belakang. Setelah istirahat sejenak, akupun mulai membantu pekerjaan ibu tadi yang namanya ternyata Kumari, seorang keturunan India. Menurutnya ia tinggal di situ bersama suami dan 2 anak laki-lakinya yang buka toko konveksi. Seminggu bekerja di situ, aku mulai mengenal anggota keluarganya. Suami bu Kumari bernama pak Anand, dan dua anaknya laki-laki Vijay dan Kumar. Kalau melihat mereka sekilas aku jadi ingat artis Syahrukh Khan. Ganteng dengan tubuh tinggi tegap atletis dengan bulu-bulu di dadanya. Orang India memang terkenal cantik dan ganteng. Akupun semakin suka pada keluarga itu karena mereka ternyata ramah. Bahkan tak jarang aku diajaknya makan malam bersama semeja.

“Minumlah ini madu India, supaya kamu gak gampang cape,” ajak bu Kumari pada suatu acara makan malam bersama sambil memberiku segelas minuman berwarna kuning emas. Aku ragu-ragu menerimanya. Sementara anggota keluarga lain sudah mengambil segelas masing-masing.

“Ini memang minuman simpanan kami, Nul. Tidak boleh terlalu sering diminum, malah tidak baik. Dua minggu sekali cukuplah soalnya pengaruhnya luar biasa… ha… ha… ha….!” Sahut pak Anand disambut tawa Vijay dan Kumar.

“Kamu akan rasakan khasiatnya nanti malam, Nul,” sambung Vijay tanpa kuketahui maksudnya. Lagi-lagi disambut tawa mereka sambil masing-masing mulai minum, kecuali bu Kumari. Akupun pelan-pelan mencicipnya. Ada rasa manis dan masamnya. Memang seperti madu, tapi setelah minum beberapa teguk aku juga merasakan badanku hangat malah agak panas. Semua menghabiskan minumannya, maka akupun juga berbuat demikian. Baru setelah itu kami makan malam.

“Tidurlah kalau kau cape, Nul,” perintah bu Kumari setelah kami selesai cuci piring jam 8 malam. Tidak biasanya aku tidur sepagi itu, tapi entah kenapa aku merasa mataku berat dan perutku panas. Aku masuk kamar dan rebahkan diri. Tapi rasa panas di perutku ternyata malah menjadi-jadi dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tak tahan untuk tidak meremas payudaraku mengurangi rasa panas itu. Kemudian juga meremas-remas seluruh tubuh sampai seputar bawah pusar dan pahaku. Ingatanku segera melayang pada remasan-remasan pak S. Sudah cukup lama aku tak bersetubuh dengan laki-laki itu, apakah sekarang ini tubuhku sedang menuntut? Gawat, pikirku, kalau benar itu terjadi. Selama ini aku hanya melakukan hubungan seks aman dengan pak S. Belum pernah dengan pria lain. Belum habis pikiranku berkecamuk mendadak pintu kamarku terbuka dan masuklah pak Anand. Buru-buru aku menghentikan kegiatan tanganku.

“Kamu kelihatan sakit, Nul?” tanyanya sambil duduk di tepi ranjangku.
“Eng… eng… tidak, pak,” sahutku pelan. Tapi pak Anand segera tempelkan telapak tangan di dahiku.
“Benar, Nul, tubuhmu panas sekali. Kamu harus segera diobati. Cepat telungkup, biar kupijat sebentar untuk menurunkan panasmu. Jelek-jelek begini aku pintar mijat lo…” perintahnya. Dan, mungkin karena aku merasa perlakuannya seperti ortu pada anaknya maka aku menurut. Aku tengkurap dan sebentar kemudian kurasakan pantatku dinaikinya dan punggungku mulai dipijat-pijatnya. Tidak sebatas punggung, tapi tangannya juga ke arah pundak, leher, pinggang malah bergeser-geser ke kiri-kanan hingga kadang menyenggol sisi luar payudaraku. Aku diam saja, namun setelah aku merasa pantatku juga ditekan-tekan oleh pantatnya, mulailah aku tak tenang. Pengalaman seksku dengan pak S membuatku dapat merasakan manakala pria sedang naik nafsu syahwatnya. Demikian pula pak Anand saat itu. Pijatannya tambah berani. Dia mulai meremasi tetekku dan pantatnya menekanku keras-keras. Aku berontak namun tak berdaya.

“Pak! Jangan, pak!” seruku sambil berupaya menyingkirkan tubuhnya. Tapi mana mampu aku melawan tubuh besar kekar itu. Selain itu entah kenapa aku malah mulai ikut terangsang. Di antara perlakukan pak Anand sekilas-sekilas aku juga ingat perlakukan seks pak S padaku. Uugghh… aakk… aakkuuu… malah jadi terangsang. Aku tak berontak lagi ketika dasterku ditariknya ke atas hingga tinggal beha dan cdku. Aku ditelentangkannnya dengan posisi dia tetap mengangkangiku. Dibukanya t-shirt yang dipakainya juga piyama tidurnya. Dan… gila aku melihat tonjolan besar di balik cd nya dan sejurus kemudian nampaklah si tongkat penggadanya yang panjang besar sekitar 20 cm dengan diameter 4 cm! Behaku direnggutnya kasar demikian pula cdku. Tubuhku tak melakukan perlawanan apapun ketika ia menggumuliku habis-habisan. Dan… blesss langsung aku disodok dan digenjotnya. Aku ingat pengalamanku dengan pak S. Ingat bagaimana dia memerawaniku. Persis sama perlakuannya dengan pak Anand. Aku tak habis pikir sewaktu pahaku malah menjepit paha pak Anand dan… menyambut gejokannya dengan putaran pinggulku. Syahwatku ikut terbakar!

Entah berapa lama pak Anand terus menggenjotku keluar masuk naik turun sambil mulutnya mengenyut-ngenyut tetekku. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kenikmatan dan kelojotan merasai badai hempasannya sampai aku tak tahan lagi untuk menahan orgasme. Aku merinding lalu…. Cruut… suuur… suuur… tubuhku berkejat-kejat menumpahkan mani. Pak Anand menggasakku lebih keras, tak peduli cairanku memperlicin jalannya. Mungkin hampir tak terasa karena besar dan panjangnya tetap mampu memenuhi liang V-ku. Sleebb slebb jlebb jleebb… bunyi tusukan-tusukannya. Mungkin sekitar 30 menit telah berlalu ketika aku orgasme yg kedua kali… seeerrr… seerr… serrrr.. klenyer.. kembali aku terkejat-kejat sampai belasan kali. Sejurus kemudian hentakan pak Anand sedemikian keras menekanku. Dalam-dalam gadanya dibenamkan di V-ku lalu pantatnya berkejut-kejut sampai belasan detik. Lalu diam terbenam. Dia ejakulasi. Nafas kami tersengal-sengal.

“Kamu hebat, Nul,” bisiknya sambil mencium bibirku, “Nanti lagi, ya,” katanya tak kumengerti. Ia bangkit, mengenakan pakaiannya lalu keluar membiarkanku telentang telanjang di ranjang. Belum habis capeku digenjot pak Anand, masuklah Vijay ke kamarku.

“Permainanmu hebat banget, Nul. Aku juga mau dong..” katanya sambil mulai melepasi pakaiannya sampai bugil. Aku segera menutup tubuhku dengan selimut, tapi tak berguna karena sesaat kemudian ia sudah menarik selimutku juga tubuhku ke pelukannya.
“Jangan, mas Vijay,” protesku tak berdaya.
“Tak apa, Nul. Papa bilang kamu sudah tak perawan lagi kan? He he he…”
“Jangan, mas…” tapi suaraku hilang ditelan bibirnya yang melumat ganas bibirku. Tangannya liar merayapiku sambil mendorongku kembali terjelepak di ranjang. Ciumannya menjalar menjulur dari bibir semakin turun. Ke tetekku, putingku, perut, pusar, pubis sampai akhirnya sampai di V-ku. Menelusup lincah memasuki gua garbaku. Mengobok-obok dalamnya. Aku kembali teringat permainan pak S. Namun yang ini lebih gila lagi. Syahwatku jadi menggelegak mengikuti irama lidah Vijay. Dia memutar tubuh sampai kami 69, mengangsurkan zakarnya ke mulutku. Gila! Lebih panjang dan besar dibanding bapaknya. Tanganku tak mampu menggenggamnya dan mulutku tak mampu menampung seluruhnya. Paling hanya separuh yang masuk. Maka perlombaan menjilat dan menghisap pun dimulai. Kami saling memuasi. Rasanya sampai berjam-jam waktu aku merasa harus menumpahkan maniku dan dijilatinya sampai tandas tuntas. Sementara milik Vijay masih tegar tegang meski licin oleh ludahku. Kemudian ia memutar tubuhnya lagi dan menusukkan pentungannya ke memekku yang sudah agak kering. Preett… “Iiih sakit, mas…,” desisku menggigit bibir dan memeluk punggungnya karena terasa batangnya masuk begitu dalam sampai aku kesakitan.

“Sabar, Nul. Sebentar lagi juga nikmat,” bisiknya. Kupeluk punggungnya erat-erat ketika tubuhku terangkat karena sodokannya. Shlleeeb shleeb shleeebbb… batang besar itu menumbukku bagaikan alu menumbuk lesung. Keluar masuk, naik turun, sampai cairan nikmatku mengalir lagi sehingga rasa sakit pun berkurang. Dan kenikmatanku bertambah manakala bulu dadanya menggesek-gesek putingku. Pahaku semakin menganga lebar. Mataku terpejam-pejam menikmati remasan dan belaian tangan kekarnya di sekujur tubuh.

“Akh… akhu mau keluar, Nul…” Lalu jreeet… jreet... jroot… jrot.. jrut… pantatnya menyentak-nyentak. Tubuhnya kaku menegang ketika spermanya menyemprot rahimku sampai basah kuyup. Semprotannya kuat sekali.
“Akk.. aku bisa hamil, mas,” desisku puas karena aku juga orgasme lagi.
“Jangan kuatir, Nul, kami punya obat pencegah hamil,” jawabnya sambil menggulirkan tubuhnya ke sisi. Dan… belum Vijay turun dari ranjang, si Kumar sudah ganti menaikiku. Tubuhnya sama atletis dengan Vijay. Tapi gayanya lebih liar. Begitu Vijay keluar kamar, akupun diangkatnya supaya menduduki batangnya lalu disuruh menungganginya kencang-kencang. Tangannya ikut memegangi pinggangku dan melontarkanku naik turun. Zakarnya juga menyodok ke atas setiap pantatku turun. Gila! Tubuhku seperti mainan. Tangannya berpindah ke tetekku dan meremasinya sampai aku mendesis-desis, antara sakit dan nikmat. Hancur rasanya memekku digempur bapak dan dua anaknya yang batangnya berukuran luar biasa. Dan… aku kembali orgasme justru saat tubuhku dilontar ke atas, sehingga punggungku agak meliuk ke bawah merasakan tersalurnya syahwatku untuk kesekian kali.

“Sudah, mas, cukup…” pintaku karena kelelahan. Namun Kumar tak menggubris.
“Aku belum cukup, Nul. Kau harus bisa mengeluarkan spermaku baru aku puas…” Dan lemparannya masih terus berlangsung hingga setengah jam lagi. Sampai akhirnya dia berhenti lalu tangannya menekan pinggangku lekat-lekat ke zakarnya, kemudian terasa pantatnya melonjak-lonjak menyemburkan cairan hangat. Lagi-lagi rahimku disemprot sperma hasil ejakulasi. Tak terasa sperma bapak dan dua anaknya memenuhi lubang memekku.

Pintu kamarku terbuka dan masuklah pak Anand dan Vijay sambil membawa segelas minuman. Keduanya telanjang. “Minumlah ini, Nul, biar kamu nggak hamil,” pak Anand menyerahkan gelasnya padaku. Akupun meminumnya tanpa pikir panjang, karena aku benar-benar takut hamil dan haus sekali setelah melayani tiga majikan ini berjam-jam. Rasanya seperti minuman kuning yang tadi kuminum. Badanku jadi hangat lagi dan… gairahku bangkit lagi. Aku jadi sadar pasti minuman ini dibubuhi obat perangsang. Tapi kesadaranku segera hilang ketika merasa tubuhku ditunggingkan oleh Vijay. Kemudian….

Ya, malam itu secara brutal ketiga orang itu mengerjaiku semalam suntuk tanpa istirahat sejenakpun. Mereka bergantian menyemprotkan sperma di rahimku, di perut, wajah, mulut sampai telinga dan rambutku juga. Aku mandi sperma. Dan entah berapa kali akupun mengalami orgasme yang selalu mereka telan bergantian. Tak jarang ketiga lubangku mereka masuki bersama-sama. Lubang mulut, memek dan anusku. Tubuhku jadi ajang pesta mereka hampir 10 jam lamanya, toh selama itu aku tak merasa capai. Mungkin gara-gara minuman berkhasiat itu?

Pagi hari bu Kumari datang dan menyeka tubuhku yang lemas lunglai tak mampu bangun.
“Maaf, Nul. Aku sudah tak mampu melayani suamiku yang ********* sehingga aku mencari orang pengganti,” ceritanya. Mataku masih terkantuk-kantuk karena pengaruh obat perangsang. “Moga-moga kamu betah disini, dan kami akan bayar berapapun yang kamu minta…” lanjutnya.
“Aa… apa sudah pernah ada pembantu yang dibeginikan, bu?” tanyaku lirih.
“Sudah, Nul. Tapi kebanyakan hanya bertahan dua hari… lalu minta pulang. Aku harap kamu kuat, YNul. Aku akan sediakan obat-obatan untukmu… Ini minumlah obat untuk menguatkan dan membersihkan rahimmu,” dia mengangsurkan sebotol obat yang namanya tak kumengerti karena berbahasa asing. “Hari ini kamu boleh istirahat seharian,” lalu dia keluar kamar.

Aku pun tertidur lelap. Baru siang hari bangun untuk mandi dan makan. Bu Kumari melayaniku seperti anaknya sendiri. Kami tak banyak berbicara. Selesai makan aku kembali ke kamar. Membersihkan ranjang, mengganti sepreinya yang penuh bercak sperma dan mani. Lalu aku tidur lagi. Sampai jam makan malam tiba dan aku diundang untuk makan bersama lagi, dan minum cairan kuning emas itu lagi. Dan…
“Nul, kamu sudah kuat untuk melayani kami lagi nanti malam kan?” Tanya pak Anand sambil senyum kepadaku. Aku bingung dan memilih diam.
“Kamu jangan kuatir hamil, Nul. Obat kami sangat mujarab,” lanjut Vijay.
“Pokoknya selama di sini, kita mencari kenikmatan bersama Nul,” sambung Kumar sambil menyeringai nakal.

Jadilah, akhirnya hampir setiap malam sampai pagi aku melayani ketiga ayah beranak yang gila seks itu. Untung staminaku, dibantu obat-obatan pemberian bu Kumari, cukup kuat untuk menanggung kenikmatan demi kenikmatan itu. Hingga dua bulan lamanya aku “dikontrak” mereka, sampai akhirnya mereka mulai bosan dan ingin mencari wanita lain. Aku diberi banyak uang ketika meninggalkan rumah mereka.

Keluar dari keluarga India itu aku tidak pulang. Malu rasanya kalau baru dua bulan kerja lalu pulang. Dengan uang pemberian mereka yang cukup banyak aku indekost di suatu kampung yang biayanya hanya 50 ribu sebulan. Aku berpikir dalam sebulan pasti sudah mendapat tempat kerja baru. Sisa uang kutabung dan sebagian kukirim ke desa.

Tempat kostku ada 10 kamar berhadap-hadapan, dihuni 6 pria dan 4 wanita yang sudah kerja semua. Kalau siang suasana kost sepi karena hanya aku yang tinggal sendirian. Menjelang malam suasana berubah ramai karena mereka sudah pulang. Pergaulan di situ lama-lama kurasakan akrab sekali, bahkan agak keterlaluan. Bagaimana tidak keterlaluan kalau seorang pria hanya dengan berbalut handuk memasuki kamar wanita dan ngobrol sembari menunggu giliran kamar mandi.

Si wanita yang hanya berdaster pun cuek saja tempat tidurnya diduduki si pria. Malah kadang mereka duduk berjajar sambil senggol-senggolan. Tangan si pria dengan bebas meremas tetek si wanita, sebaliknya si wanita dengan tenang mereMas barang si pria di balik handuknya sampai meringis. Akhirnya mereka jadi saling pagut berpelukan bergulingan. Ya, bebas sekali pergaulan di situ. Kalau mau lebih tahu, malam hari ada juga pria yang terlihat mengendap-endap memasuki salah satu kamar wanita, dan tidak keluar lagi sampai pagi hari. Kita tentu tahu apa yang terjadi di kamar itu.

Seminggu tinggal di kost itu aku berusaha cuek terhadap perilaku mereka dan tidak ikut-ikutan. Namun aku tetap ngobrol ramah dengan mereka.

“Malam minggu besok kita mau pesta, Nul!” ujar Sari memberitahu.
“Pesta apa?” tanyaku.
“Pokoknya asyik. Kita bikin acara dan tidak akan tidur semalam suntuk. Biasanya kami adakan ini dua bulan sekali tanggal muda. Maklum, setelah kerja dua bulan kan cape. Kita perlu refreshing. Kamu ikut aja ya, Nul,”
“Ee..ee. gimana ya. Apa aku tidak mengganggu?”
“Justru acara ini untuk menyambutmu sebagai penghuni baru, Nul. Kamu harus ikut menikmati,” sambung Sari.

Dan jadilah esok harinya, ketika pulang kerja lebih awal karena hari Sabtu, kulihat masing-masing wanitanya membawa belanjaan cukup banyak. Sedangkan para prianya membawa beberapa botol dalam kardus. Jam 5 sore semua penghuni sudah pulang. Pintu gerbang kost ditutup dan dikunci. Jam 6 petang semua sudah selesai mandi dan ganti pakaian lalu kami menuju ke kamar Mas Jono yang paling besar. Seluruh makanan dan minuman digelar di lantai dan kami duduk berkeliling di tikar.

“Mari kita mulai acara untuk menyambut Inul di tengah kita. Silahkan makan dan minum sepuasnya sambil nonton film kesukaan kita.”
Lalu berbareng kami mulai mengambil makanan yang tersedia di situ. Ada nasi goreng, bakmi, gorengan dll. Minumannya ada coca cola, fanta bahkan bir. Dan Mas Jono menyetel vcdnya. Film porno pasti! Ya, sambil makan minum dan cekikin kami melihat adegan film.
“Lihat tuh, ceweknya dikerjain sambil nungging!” celetuk Bonar.
“Kayak Sari deh. Hobi!” timpal Dodi.
“Ala, bilang aja kamu suka kan, Dod?” tanggap Sari,
“Sayang punyamu nggak segede yang difilm itu!” disambut gelak tawa semua. Aku mesem aja.
“Ayo diminum, Nul,” Mas Jono memberiku segelas coca cola. Kuterima sambil berterima kasih.
“Mau coba bir?” tanyanya lagi. Aku menggeleng menolak.
“Gak apa-apa, Nul, coba aja,” ajak Tini sambil menagmbilkanku separuh gelas dan menyodorkan kepadaku. “Rasanya enak kok, badan jadi hangat.”

Sambil makan minum tak terasa aku ikut menenggak bir itu meski cuma setengah gelas. Kepalaku terasa panas, apalagi sambil menonton film porno itu aku jadi ingat pengalaman seksku dengan keluarga India itu.

Di layar kaca terlihat seorang cewek dikerjai 3 orang sekaligus. Aku membayangkan diriku sedang melayani pak Anand dan kedua putranya. Ugh. tak terasa syahwatku jadi naik. Apalagi setelah acara makan selesai dan peralatannya dipinggirkan sehingga tengah ruang jadi luas. Ruang pun diredupkan lampunya. Kulihat Sari, Tini dan Menuk sudah mojok dengan masing-masing pasangannya. Tinggal aku sendirian disertai Mas Jono, Joni dan Didin.

Entah kapan bergeraknya, tahu-tahu Mas Jono sudah memelukku dari belakang.
“Nul, aku ingin menciummu,” desisnya di belakang telingaku membuatku merinding.
Tak sempat menolak lagi karena tubuhku jadi lemah. Syahwatku terangsang berat.

Tak menunggu lama tubuhku sudah dibaringkan di atas karpet, ditindihnya. Aku semakin tak berdaya ketika dua pasang tangan Mas Joni dan Didin melucutiku. Sebentar saja aku sudah mengalami seperti fim porno tadi. Ketiga lubangku dimasuki. Untung aku sudah pengalaman dengan keluarga pak Anand sehingga hal semacam ini tidak mengejutkanku lagi. Malah mereka terheran-heran aku mampu mengimbangi permainannya.

Malam minggu itu kami terus bersetubuh berganti-ganti antara 4 cewek dan 6 cowok. Aku yang “barang” baru di tempat itu agaknya yang paling laris digilir. Entah setiap cowok sudah berapa kali menyemprotkan spermanya ke liang nikmatku atau mulutku. Mereka senang karena ternyata aku sangat berpengalaman dalam menelan, menggoyang dan mengocok penis mereka. Mereka seolah tak percaya bagaimana mungkin gadis desa lugu macam aku begitu piawai mengolah syahwat dan menjadi saluran pemuas nafsu.

Perzinahan kami terus berlangsung hingga minggu sore jam 5, berarti kegiatan seks kami berlangsung sekitar 20 jam nonstop. Gila kan!? Ini benar-benar pesta seks hebat yang pernah kualami. Ketika di keluarga pak Anand pun aku paling lama hanya digilir 7-8 jam. Vaginaku sampai ngilu-ngilu, karena hampir tak pernah lepas disumpal zakar ke-6 cowok itu. Ke-3 cewek lain kulihat tak jauh beda denganku, semuanya leMas tergoler telanjang dengan kaki ngangkang. Cairan sperma dan mani melumuri kepala hingga kaki kami. Mungkinkah mereka jadi lebih bersemangat karena kehadiranku? Sehingga tanpa obat perangsang pun kami tetap memiliki nafsu yang bergelora.

Setelah peristiwa itu, setiap malam kamarku pasti diketuk salah seorang cowok penghuni untuk minta jatah menikmati tubuhku. Aku tak kuasa menolak karena agaknya akupun butuh penyaluran libido. Pengalaman dengan pak S dan keluarga Anand telah membangkitkan nafsu hewaniku yang menuntut pemuasan terus menerus setiap hari. Sehari lubang memekku tak dimasuki penis aku bakal belingsatan semalaman.

Namun niatku cari kerja tak padam hingga suatu hari aku ditawari kerja untuk, lagi-lagi, jadi prt di sebuah rumah besar. Dengan berat hati aku pamit kepada teman-teman kostku dengan janji sekali waktu akan datang ke situ. Bayangkan, seorang prt seperti aku berteman dengan para pegawai berdasi macam mereka. Hanya karena sama-sama membutuhan seks kami jadi berteman!

Rumah besar milik majikanku ternyata memiliki 20 kamar untuk kost-kostan cowok. Tugasku membersihkan rumah dan kamar-kamar kost. Sedang untuk tugas mencuci dan menyetrika sudah ada sendiri tapi dia kalau sore hari pulang karena rumahnya tak jauh. Aku juga kadang diberi uang oleh anak-anak kost untuk memasak makan siang atau malam buat mereka. Biasanya sekitar 5 anak patungan uang belanja, biasanya sisa uang belanja diberikan padaku. Lumayan untuk menambah gajiku yang hanya 200 ribu sebulan.

Pagi hari setelah sebagian besar kuliah atau kerja aku membersihkan kamar-kamar mereka. Selama membersihkan sering aku melihat betapa berantakannya kamar cowok. Bungkus makanan atau abu rokok bertebaran di lantai, pakaian bahkan CD juga dilempar begitu saja. Yang membuatku terbelalak suatu hari aku melihat majalah-majalah porno tersebar di lantai kamar. Disampingnya ada kondom bekas pakai yang masih berisi sperma! Gila benar tuh anak, masak onani aja pakai kondom. Giliranku membersihkan harus rapat-rapat menyembunyikan benda-benda antik itu. Jangan sampai ketahuan yang punya kost.

“Nul, kamu tahu majalah yang di bawah ranjangku?” tanya Bimo suatu sore sepulang kerja dari kamarnya.
“Aa. ada, saya taruh di atas lemari, mas,” jawabku sambil nunduk di pintu kamarnya karena ingat majalah yang dimaksud adalah majalah porno.
“Kamu tentu ikut lihat ya, Nul?” bisiknya lanjut.
“Ng.. ng.. cuma sebentar kok mas, abis saya kira majalah apa gitu.”
“Sini, Nul,” tangannya menarik tanganku lalu menutup pintu kamar.
“Ada apa, mas?” tanyaku bingung. Tapi mendadak ia sudah memeluk dan mencium bibirku dengan ganas. Tubuhku langsung ditelentangkan ke ranjangnya dan ditelungkupinya. Aku jadi gelagapan karena tak siap. Kudorong dadanya.
“Ja. jangan, mas!” teriakku. Tapi himpitannnya tambah kuat.
“Aku mau main sama kamu seperti majalah itu, Nul. Berapapun aku bayar!” katanya memaksaku sambil meremas-reMas tetekku dan berusaha membuka kancing bajuku.
“Aak.. aaku. jangan, mas. nggak mau.” protesku lagi sambil terus memberontak.
“Alaaa. gak usah nolak Nul, aku tahu kamu udah nggak perawan kan? Kamu suka main seks rame-rame waktu di kostnya si Jono kan?”

Deg, ternyata dia kenal Mas Jono dan Mas Jono ternyata sudah cerita kegiatan seks kami yang semestinya rahasia itu. Sial benar dia. Aku terhenyak dan perlawananku jadi kendor dan Bimo dengan leluasa memreteli pakaianku higga bugil gil! Sejurus kemudian memekku sudah dipompanya dengan gembira. Zakarnya yang lumayan besar keluar masuk dengan leluasa karena milikku pun sudah agak longgar akibat seringnya kupakai mengejar nikmat.

Aku tak melawan lagi, toh rahasiaku sudah diketahui. Dan, terus terang, sudah beberapa lama ini aku butuh seks! Hampir setengah jam Bimo menggenjotku sampai akhirnya tubuhnya terkejang-kejang dan terasa spermanya nyemprot masuk ke rahimku. Untuk pencegahan kehamilan selama ini aku memang sudah rutin minum pil kb sesuai anjuran teman kostku dulu. Kubiarkan tubuh Bimo menggelepar di atasku.

“Sudah, mas?” bisikku dengan nafas agak tersengal-sengal telentang.
“Heeh. tapi nanti malam lagi ya, Nul? Kutunggu kamu jam 11 malam,” pintanya sambil mencabut penisnya yang telah mengkerut.
“Ini buat kamu,” ia menggenggamkan 50 ribuan ke tanganku. Kubiarkan tangannya meremasi susuku. Setelah ia berhenti, aku bangkit dan mengenakan pakaian. Bimo membuka pintu sedikit lalu kepalanya tengok kanan-kiri. Setelah dirasa aman ia menyuruhku cepat-cepat keluar kamarnya.

Setelah mandi aku kembali bekerja seperti biasa sampai sekitar jam 9 malam seusai mencuci bekas makan anak-anak kost. Kumasuki kamarku sambil menimbang-nimbang apakah nanti malam aku akan masuk ke kamar Bimo atau tidak. Terasa memekku berdenyut kalau ingat aku tadi belum sempat orgasme. “Apakah aku akan memuaskan syahwatku atau tidak?” pikirku sampai ketiduran di dipanku yang berkasur busa.

Entah berapa lama aku ketiduran, tiba-tiba terasa tubuhku ditindih seseorang. Lampu kamarku dimatikan sehingga aku tak bisa melihat siapa yang sedang berusaha memperkosaku. Dasterku sudah tersingkap ke atas dan tangannya sekarang tengah menggerayangi memekku dan melepas cd-ku.
“Ufh, jangan mas!” tolakku sambil meronta-ronta.
Sialnya pada saat bersamaan aku juga merasakan kenikmatan ketika memekku diremas.
“Diam, Nul. Aku Bimo,” bisiknya.

Akupun diam setelah tahu dan membiarkan ia mulai mengelupas seluruh penutup tubuhku. Dia sendiri ternyata sudah bugil lebih dulu dan sebentar saja zakarnya sudah amblas ke memekku. Aku pun melayaninya dengan senang. Anehnya tak sampai 15 menit ia sudah mengejang dan spermanya keluar. Langsung mencabut penisnya dan buru-buru keluar kamarku. Namun tak lama masuk kamar lagi dan seolah mendapat tenaga baru ia kembali memompaku dengan semangat.

Berat badannya juga agak lebih berat dari Bimo tadi. Tapi aku kembali terlena dan melayaniya dengan goyangku yang lebih hot. Namun lagi-lagi tak sampai 15 menit Bino sudah keluar sperma lagi. Tanpa bicara ia langsung menggelosor turun lalu keluar kamar. Tak sampai dua menit masuk kamarku lagi lalu Bimo dengan tenaga baru memasuki dan menunggangiku lagi.

“Kamu siapa?” aku mulai curiga.
“Stt. diam, aku Bimo,” bisiknya dengan suara beda dari yang tadi.

Kecurigaanku makin besar namun aku tak berdaya karena tindihan dan genjotannya sedang menggempurku. Kusimpan kecurigaanku sampai ia melenguh dan terkejang-kejang lagi. Lalu, ketika ia keluar kamar, segera kuikuti dan ketik pintu kamar terbuka, kagetlah aku karena di depan kamarku sudah berkumpul seluruh penghuni kost dengan tubuh telanjang!

Rupanya mereka menyamar sebagai Bimo dan secara bergantian memasuki kamarku untuk menikmati tubuhku! Gila! Aku hendak berteriak, namun tangan salah seorang telah membekap mulutku. Yang lain mendorong pintu hingga mereka semua sekarang masuk ke kamarku. Sementara yang membekapku terus mendorongku sampai ke dipan dan kembali menaiki dan memompaku. Tak berdaya akhirnya aku harus melayani ke-20 orang cowok itu. Kuakui selama itupun aku sempat orgasme sampai berkali-kali.

“Maafkan aku, Nul, mereka ternyata tahu apa yang kita perbuat tadi,” kata Bimo sewaktu mendapat gilirannya.
“Dan mereka minta jatahnya daripada melaporkan perbuatan kita ke polisi.”
Mendengar kata ‘polisi’ aku semakin takut dan pilih diam menikmati pemerkosaan rame-rame itu. Memek dan mulutku sampai seperti mati rasa setelah masing-masing memperoleh gilirannya yang ke-2 atau ke-3. Berliter-liter sperma memasuki memek dan mulutku serta memandikan tubuhku yang sudah leMas loyo lunglai. Bayangkan kalau setiap cowok sampai 3 kali saja menyetubuhiku dan masing-masing 15 menit, berarti aku telah digarap mereka selama 20 orang x 3 x 15 menit = 900 menit alias 15 jam tanpa henti! Sewaktu di kost dulu aku melayani 6 cowok dibantu 3 cewek lain, tapi sekarang aku sendirian diperkosa rame-rame oleh 20 cowok. Edan tenan!

“Sudah, mas. Kasihani saya, mas. bisa mati kalau saya nggak istirahat dulu,” kataku lemah kepada yang terakhir menyebadaniku. Rupanya mereka pun kasihan dan membantuku membersihkan diri. Mas Bimo menggendongku ke kamar mandi dan memandikan serta menyabuniku dengan prihatin.

“Maafkan aku ya, Nul..” desisnya di telingaku sambil menyabuni punggung. Aku diam saja. Kami duduk di atas kloset tertutup. Ia di belakangku juga telanjang. Disabuninya dadaku, perut lalu diremasinya tetekku lagi seolah tak ada puasnya menikmati tubuhku. Dengan tubuh lemah kurasakan tubuhku diangkat lalu didudukkan lagi dengan zakarnya sudah menancap dalam di memekku. Yah, Bimo memanfaatkan saat menyabuniku itu untuk melepas syahwatnya lagi. Cowok seusia 25-an memang bisa berkali-kali ejakulasi. Sialnya (atau malah untungnya?) aku yang harus menerima hasratnya itu.

batang kenaluannya yang tertancap dengan mantap di dalam vaginaku

sepulang sekolah aku bergegas ke kamarku, sekolahku masuk pagi. siang itu seperti biasa hanya ada aku dirumah. setelah melapas sepatuku aku langsung melepas celana dalamku. entah hari ini aku merasa begitu terangsang, seperti kataku, aku ketagihan berhubungan sex. tubuhku terasa bergetar, kedua buah dadaku menegang, dan bagian kemaluanku basah terangsang. aku berbaring di kasurku dengan kedua kaki terbuka lebar dan rok seragamku ku singsingkan hingga ke perut. dengan salah satu tanganku aku meremas-remas buah dadaku sementara satu tangan lagi mengusap kemaluanku yang sudah terbuka. ku belai-belai bulu kemaluanku semakin ke bawah kusibak bibir kemaluanku. dengan kedua kaki semakin kulebarkan, aku terpejam membayangkan pacarku di depan selangkanganku dengan kemaluan yang tegak siap menusuk kemaluanku.

"aaaahhh...", kuelus daging kecil diantara bibir kemaluanku, dimana rasa nya begitu nikmat kumainkan dengan jariku. terasa semakin menegang daging kecilku ini, dan rasanya semakin nikmat. kurasakan lubang vaginaku sudah basah. dengan lebut kugerakkan jari tengahku menggesek kebawah daging kecilku dan langsung menuju lubang vaginaku.
"uuuuhhh...", setengah jari tengahku sudah menusuk lubang vaginaku, kudorong semakin dalam dan kurasakan semakin nikmat yang kurasakan. darahku berdesir hebat, tubuhku bergetar merasakan kenikmatan ini. mataku masih terpejam. kubayangkan batang kemaluan pacarku menusuk lubang vaginaku seperti yang biasa kami lakukan.

"eeehhhh...", au mendesah sesukaku dengan gerakan tangan ku yang semakin cepat, hingga jari tengahku mengocok lubang vaginaku dengan nikmat. namun tiba-tiba aku terkejut dan terbelalak, dengan tiba-tiba seseorang menindihku. sungguh aku terkejut dan semakin terkejut saat kulihat wajah orang yg menindihku adalah mas hendra, suami kakak perempuanku.
"aaah... mas hendra..?". suaru memekik tertahan dengan rasa terkejut dan malu bercampur hingga aku tertegun tak tau harus berbuat apa.
"kenapa harus sendiri rin...", ujar mas hendra. seraya memegang tanganku.
"jangan mas hendra...", ujarku aku tersadar. seraya aku berusahan mendorong tubuhnya. namun terasa berat sekali.
"ayolah rin... mas tau kamu sudah gak perawan...".
"jangan mas....". dengan posisi tubuh aku yang sudah terlentang aku tak berdaya, aku merasakan benda hangat menempel pada kemaluanku. yah itu adalah kemaluan mas hendra.
"jangan mas...".
"ayolah rin... kamu juga pengen kan...?",
"jangan mas... jang ..... aaaaahhhh.......". aku melenguh, kata-kataku tak dapat kuteruskan, aku merasakan benda hangat itu menyeruak lubang vaginaku yang memang sudah basah dan menginginkan hujaman kemaluan laki-laki.
"aaahh...". hanya itu yang terdengar dari bibirku. seraya mataku terpejam kepalaku mendongak keatas. darahku berdesir hebat. begitu nikmat kurasakan. mas hendra menghujamkan seluruh batang kemaluannya masuk ke dalam vaginaku. aku merasakan sensasi yang begitu nikmat, dengan ukuran batang kemaluan mas hendra yang kurasakan berbeda lebih besar dibanding dengan ukuran batang kemaluan pacarku.

"enak rin....mhmmhheee...mhee...". ujar mas hendra seraya menarik batang kemaluan itu kembali, dan memasukannya kembali.
"mmmhhh....aaaahhh...". eluhku. kurasakan lebih nikmat dibanding kulakukan dengan pacarku. karena mungkin ukurannya yang berbeda.
"aaahh...aaahh...". erangku setiap kali mas hendra menghujamkannya. dengan gerakan yang semakin cepat. vaginaku seakan di koyak memberikan rasa nikmat yang begitu hebat.
"uuuhh...riin... ternyata kamu tidak hanya lebih cantik dari kakakmu, tapi juga memekmu lebih enak dan legit...". puji mas hendra.

beberapa kurasakan tubuhku bergetar hebat dan tanpa sadar aku mengejang seraya aku melenguh, aku merasakan seluruh sendir tubuhku terlepas. dari lubang vaginaku kurasakan semburan cairan hangat membasahi batang kemaluan mas hendra yang masih menghujam. kupeluk tubuh mas hendra.
"aaah mas hendra....". eluhku
"enak rin...?", seraya mas hendra memelukku. aku mengangguk.

"mmmhhh... mas hendraaaaa..". desahku dengan darah berdesir, memandangnya yang tengah melumat puting buah dadaku yang menyembul diantara sela baju seragamku yang sudah acak-acakan. dibukanya seragamku lebih lebar agar leluasa kedua tangannya meraih gundukan buah dadaku.
"mmmhh... riiim... masih kenyal banget... ". gumamnya. seraya nampak begitu rakus melupat menjilat kedua putingku. tangannya tak hendtinya meremas-remas.
"diterusin ya...?", pintanya setelah puas dengan buah dadaku tanpa menunggu jawabanku mas hendra mencabut batang kemaluannya dari vaginaku dan memintaku untuk mengambil posisi menungging.
"aaaahh...", erangku saat batang kemaluan besar dan panjg itu menusuk lagi, terasa geli dan nikmat walau vaginaku sudah basah. kusorongkan pantatku ke belakang, kuranggangkan kedua kakiku. agar gerakan mas hendra lebih leluasa menghujamkan batang kemaluannya.
rasanya begitu dahsyat kurasakan, menghujam dengan maksimal seluruh batang kemaluan itu amblas didalam vaginaku yang lahap menelannya.

"uuuuhh... memek kamu masih sempittt rin...enak banget...". pujinya. setiap hujaman terasa begitu dahsyat hingga membuat tubuhku kembali bergetar untuk yang ke dua kalinya. aku mengejang, mengeluuuh panjang dan kurasakan semburan dari vaginaku kembali melumuri batang kemaluan mas hendra yang begitu nikmat.
aku terkulai lemas, mas hendra membiarkan batang kemaluannya terlepas dari vaginaku. aku terlentang memandangnya dengan batang yang mengacung besar dan panjang begitu perkasa, seksi dihadapanku. batang kemaluan itu memiliki kepala yang besar dan memerah basah berkilat.

"memekmu indah dan enak banget rin...", pujinya seraya memandang vaginaku. di rentangkan kedua kakiku seraya mengambil posisi untuk kembali menghujam batang kemaluan itu.
"aaaaahh....". eluhku dengan vagina terjejal batang kemaluan itu. tubuhku terhentak keras oleh gerakan pinggang mas hendra yang kerasa dan semakin cepat.
"uuuhhh...rin... enak banget... bentar lagi mau keluar...aaaaaahhggggg...", geramnya dengan tubuh menggelinjang hebat, batang kenaluannya yang tertancap dengan mantap di dalam vaginaku kurasakan menyemburkan cairan hangat nya. aku merasakan sensai itu begitu hebat.

tubuh mas hendra roboh diatas tubuhku. dengan nafas terengah memelukku.
"rin enak banget....". ujarnya sesaat ia memandangku dengan senyum puas, dan melumat bibirku. kusambut bibirnya dengan hangat seraya kupeluk erat dengan batang kemaluan kami masih menyatu.
"kamu suka rin...?", tanyanya. aku mengangguk malu.
"gak usah malu-malu kalo kamu mau....". ujarnya
"apa cowomu yang pertama rin...?", tanyanya.
"iya mas...".
"kapan ?".
"waktu malam tahun baru kemarin...". jawabku. yang berarti enam bulan yang lalu.
"udah berapa kali gituan sama yayang...?"
"mmmm 5 kali mas....".
"mmmmhhh pantesan kamu ketagihan ya...?". aku mengguk tersipu.

dihadapan kakak perempuanku, sikap aku dan mas hendra biasa saja. walau aku takut kakak perempuanku akan mengetahui kejadian itu. aku berangkat dan pulang sekolah seperti biasanya. kadang aku mendengar seuara desahan dan erangan dari kamar kakak perempuanku dan mas hendra suaminya melakukan hubungan suami istri, membuat aku merasa iri. dan ingin ikut merasakannya.

Keluarlah sperma diiringi rasa nikmat yang luar biasa.

Nama saya Kaka, usia sekarang 25 tahun. Saya dibesarkan di keluarga yang sangat keras. Walaupun bukan dari kalangan militer, namun ibu selalu mendidik saya dengan keras. Dan hasilnya memang terbukti, saya menjadi anak mami yang super penurut dan alim. Dalam hal pendidikan pun saya selalu masuk ranking.

Kerasnya ibu dalam mendidik saya, telah menjadikan saya sebagai seorang pemuda 'kuper'. Saya tidak biasa mengikuti trend mode terbaru yang selalu ditiru oleh pemuda-pemuda lain. Tapi biarlah itu tidak terlalu masalah bagi saya. Ibu sangat melarang keras saya untuk mempunyai pacar, alasannya takut mengganggu sekolah. Namun bagaimana pun pembaca, saya ini seorang pria normal yang membutuhkan teman wanita untuk berbagi cerita suka dan duka.

Secara diam-diam saya menjalin kisah cinta monyet di SMA kelas dua. Namanya Lulu, dia anak orang kaya, cantik, pintar, pokoknya saya cinta berat sama dia. Saya dan dia kebetulan beda kelas, namun saya tetap berhubungan dengan dia selepas bubaran sekolah. Kisah cinta saya dengannya berjalan normal-normal saja. Namun terus terang saja saya kalah agresif dengannya. Saya sendiri sangat malu untuk sekedar menciumnya, walaupun hasrat di hati sangat menggebu-gebu.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, saya lalui dengannya sampai akhirnya saya harus pergi ke kota Bandung untuk melanjutkan studi. Sewaktu pergi saya beranikan diri untuk sekedar memberi ciuman sebagai tanda perpisahan. Lucunya.. waktu saya menciumnya, justru dia yang malah mendahului saya, sehingga saya gelagapan sekaligus senang dan nikmat sekali rasanya. Bibir kami saling berpagut hampir 5 menit. Saya pun menikmati permainan ini.

Keesokan harinya, saya pergi ke kota Bandung. Perasaan sedih menghinggapi diri, ketika melihatnya menitikkan airmata untuk melepaskan kepergian saya.

Saya pun akhirnya kuliah, setiap bulan saya selalu berkomunikasi walaupun hanya dalam selembar surat. Saya tidak dapat pulang setiap bulan menemuinya, karena walaupun pulang saya tidak dapat menemuinya karena ibu akan sangat marah kalau saya ketahuan pacaran. Yang lebih parah lagi, kalau ketahuan saya pacaran, biaya kuliah saya akan dicabut.

Tidak terasa saya sudah hampir 5 semester, dan selama itu pula saya tidak berjumpa dengannya. Padahal saya sangat rindu berat untuk bertemu dengannya, hingga suatu peristiwa datang menghampiri kehidupan saya yang merupakan cerita perubahan hidup saya.

Kisah ini terjadi sewaktu saya turut serta dalam sebuah acara kampus, tepatnya penerimaan mahasiswa baru. Tidak sengaja, saya berjumpa dengan seorang mahasiswi, dan ya ampun.., dia itu wajahnya mirip sekali dengan Lulu pacar saya di SMA itu. Wajahnya, bodynya, rambutnya, pokoknya segalanya dech, namun yang ini, lebih seksi, terlihat dari bentuk payudaranya yang aduhai.

Lanjutnya saya pun menjalin kisah asmara dengannya. Namanya Hani, asalnya dari Sumatra, dan kebetulan saya satu fakultas dengannya. Kisah asmara ini berbulan-bulan berjalan tanpa sepengetahuan ibu.

Suatu hari saya mengajaknya ke kontrakan saya di sekitar jalan Setiabudi. Di kontrakan saya, dia menonton televisi, sedangkan saya hanya memandangi wajahnya yang menurut saya itu adalah Lulu. Kebetulan waktu itu Hani memakai pakaian kaos ketat warna hitam, sehingga nampak sekali payudaranya menonjol.

"Kenapa lihat-lihat, ada yang aneh?" tanya Hani ketika saya sedang memperhatikannya.
"Nggak.. cuma lagi menikmati ciptahan Tuhan." jawab saya.
"Ciptaan Tuhan..?" ujar Hani sambil menatap saya.

Saya tatap matanya yang bening, saya dekatkan wajahnya, lalu secara refleks bibir saya mendekati bibirnya.
"Jangan ach..," ucapnya sambil memalingkan wajahnya.
Namun kerinduan saya terhadap Lulu telah mendorong saya untuk lebih berani mendekatinya. Saya peluk dia dari belakang, tangan saya memeluk kedua perutnya, sedangkan wajah saya menciumi rambutnya. Saya gesekkan hidung terhadap rambutnya, akh... wangi sekali rambutnya.

Kali ini Hani diam saja. Pelan-pelan saya tarik tangan ke atas menyentuh payudaranya. Hani pun hanya terdiam dan nampaknya dia pun sangat menikmati permainan ini. Akh.., besar sekali payudaranya, tangan pun hampir tidak muat memegangnya.

Masih dalam balutan kaos ketatnya, saya remas perlahan payudaranya.
"Akh..!" Hani mendesis.
Mulut pun beralih ke belakang telinganya, dan.. Hani membalikan tubuhnya, lalu bibirnya mencium bibir saya. Saya kaget sekaligus senang. Saya kulum bibir tipisnya, berpindah dari bibir atas ke bibir bawah, begitulah seterusnya sampai saya hampir merasa kehabisan napas.

Yang paling mengasyikan dari permainan ini adalah sewaktu Hani menyuruh mengeluarkan lidahnya, kemudian Hani menarik lidah saya ke mulutnya dan mengulumnya hingga kadang gigi kami saling beradu. Enak sekali rasanya, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Sementara bibir kami saling berpagut, kedua tangan pun mulai beraksi menggerayangi payudaranya. Saya masukkan tangan ke dalam baju ketatnya, dan terasalah 'gunung kembar' yang cukp besar. Walaupun masih terbungkus BH, namun tangan saya dapat dengan leluasa meremasnya.

"Kamu nakal..!" ucap Hani sambil melepaskan pagutannya.
Namun saya terus memburunya, kali ini ciuman saya arahkan ke bagian lehernya yang jenjang.
"Oh... Ohh... shh.. akh... terus.. terus..!" desah Hani sambil menekankan kedua tangannya ke kepala sehingga wajah saya amblas di lehernya.

Setelah puas tangan ini meremas kedua 'bukit kembar'-nya, kali ini saya tarik ke atas baju ketatnya, perlahan tapi pasti. Nampaklah kedua payudaranya yang putih dan mulus, sementara penis ini sudah menegang dan menyilang di dalam celana dalam saya.

Nampak kedua gundukan payudaranya terbungkus BH berwarna hitam. Saya tarik tali belakang BH Hani, dan ola-la... Kali ini Hani sudah tidak memakai BH lagi dan nampaklah sepasang payudara yang besar dan putingnya yang berwarna kemerahan. Saya cium, saya kulum, lalu sedikit gigit putingnya.
"Oshh... achh.. hh... ngg..!" Hani meracau merasakan kenikmatan indahnya permainan ini.
Saya pindahkan ciuman ke payudara sebelahnya dan Hani pun melenguh kenikmatan.

Sementara itu tangan Hani mulai membuka kemeja saya. Satu demi satu kancingnya terlepas, sehingga saya pun tidak memakai baju lagi. Puas memainkan kedua payudaranya, bibir saya mulai memainkan pusarnya dan lagi-lagi Hani melenguh kegelian.

Kali ini birahi sudah sampai di ubun-ubun. Saya buka celana jeans-nya yang membalut pahanya, dan ternyata Hani memakai celana dalam berwarna pink bermotifkan renda. Saya tarik celana dalamnya, nampaklah vagina Hani yang indah, bulunya masih sedikit. Lalu kali ini ciuman saya arahkan ke vaginanya.

"Oh... ah.., shh.., Kaka.. aku udah mo keluar..!" ujar Hani sambil menggelinjang.
Kepalanya menggelinjang ke kanan dan kiri, sedangkan rambutnya sudah acak-acakan. Saya jilat kemaluan Hani yang berwarna sedikit kemerahan, kemudian menyedotnya.
Tiba-tiba.., "Aku keluaaar..!" ujar Hani sambil memelu tubuh saya keras-keras.
Sementara jari tangan saya membantu memutar liang kemaluannya agar Hani dapat merasakan orgasme yang luar biasa.

Melihat peristiwa itu saya sendiri sudah tidak tahan. Saya lepaskan celana jeans saya termasuk celana dalamnya, sehingga kami benar-benar bugil alias telanjang. Hani sendiri nampak kaget melihat penis saya. Penis saya memang tidak terlalu besar namun cukup panjang. Penis saya sudah tegang dan sudah siap untuk tinggal landas.

Nampaknya Hani sudah mengerti kalau saya sudah tidak tahan lagi. Lalu tangannya membimbing penis saya ke lubang kenikmatannya. Saya tekan perlahan batang penis saya ke lubang vagina Hani. Susah sekali. Lalu saya dorong pantat ke depan dan perlahan tapi pasti kepala penis saya masuk ke lubang kenikmatan Hani.
"Oh.. terus. Terus.., dorong lagi..!" ujar Hani kegelian.

Kepala penis saya sendiri terasa ada yang memijat-mijat, enak sekali rasanya. Lubang kemaluan Hani sangat kecil, sehingga penis ini tearasa sangat terjepit. Saya dorong lagi pantat dan bles.., seluruh batang kemaluan saya masuk ke lubang vagina Hani.

Kemudian setengah penis saya tarik keluar, lalu dorong ke dalam seperti gerakan orang sedang push-up.
"Oh.. yes.. yes... terus... terus... aku mo keluar lagi..!" ujar Hani sambil merem melek.
Saya percepat gerakan memompa sehingga terdengar bunyi yang unik yang keluar dari dalam liang senggama Hani. Sementara saya pun sudah mulai merasakan orgasme, saya percepat gerakan push-up, dan tiba-tiba saya merasa sperma mulai mengumpul. Dan, crot.. crot... crot..! Keluarlah sperma diiringi rasa nikmat yang luar biasa.

Sementara Hani sendiri mulai merasakan akan orgasme. Saya cabut penis yang kelelaham setelah bertempur. Saya masukkan jari telunjuk lalu memutar-mutar, saya jelajahi seluruh isi vagina Hani sampai akhirnya Hani merasakan kembali indahnya permainan cinta ini.

pantatku maju, menancapkan penisnya sedalam-dalamnya di dalam vaginaku

Suatu siang setelah mencari beberapa buku acuan untuk keperluan pekerjaan, kami melewati lokasi arcade di mal besar itu dan aku melihat permainan dance machine yang sangat kusukai, namun biasanya kumainkan sendiri karena suamiku tak menyukainya. Spontan kuajak Haris untuk menemaniku bermain dan ternyata ia menyambutnya dengan bersemangat karena ia juga menyukainya. Bertambah lagi satu kecocokan di antara kami. Kami pun bermain beberapa game hingga di tengah game terakhir, mungkin karena terlalu bersemangat mendapatkan teman bermain, aku terpeleset sampai kakiku terkilir. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain pergi ke dokter. Sepulang dari dokter, masih dengan jalan tertatih-tatih, Haris mengusulkan untuk mengantarku pulang saja, dan tak kembali ke kantor agar aku bisa beristirahat. Aku setuju saja walaupun saat itu kakiku sudah tak terlalu sakit lagi, namun masih terasa sangat mengganjal.

Setiba di rumah, kuajak Haris untuk mampir dan ia menerimanya dengan senang hati. Haris memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, karena memang sebelum mendapatkan anak, aku dan suamiku telah sepakat untuk tidak memelihara pembantu, jadi saat itu rumahku kosong. Haris mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas blazer dan sedang memijat betisku. Ia agak tersentak melihatku, karena selain tinggal memakai blous "you can see" longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya. Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang "gentleman" pria ini.

"Ris, pijetin kakiku dong, biar darahnya lebih lancar. Ini balutannya kenceng banget sih, sampe sakit. Pijetanku nggak ada tenaganya nih!" ujarku tulus. Sungguh mati, pada saat itu, sikap tubuhku dan kata-kataku sama sekali tidak bertujuan menggodanya. Memang itulah yang kuinginkan, hanya pijatan untuk melancarkan darahku yang terasa terbebat, tak lebih. Haris duduk di pinggir ranjang dan mulai memijat betisku dari bawah lutut sampai hampir mencapai pergelangan kakiku yang dibalut perban.
"Kayaknya emang harus ketat, Dev. Dokter bilang, supaya bengkaknya lebih cepet kempes," tukas Haris sambil terus memijatku.
"Mmm, iya kali," jawabku sekenanya sementara mataku terpejam menikmati pijatannya yang memang membuat kakiku lebih nyaman. Tak lama Haris memijat sampai kurasakan kenyamanan dalam tubuhku berangsur beralih menjadi perasaan berdesir yang aneh setiap kali tangan kekarnya menyentuh kakiku. Kubuka mata dan kutatap wajah Haris yang tampak serius memijat kakiku. Sama sekali tidak tampan, bahkan cenderung keras, wajah Haris sangat bertolak belakang dengan sikapnya yang demikian lembut memperlakukanku selama ini.

Tenaga dan penampilan keras serta sikap lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang mendorongku untuk menggeser posisiku mendekatinya, lalu mencium bibirnya. Haris terkejut, namun tak berusaha menghindar. Dibiarkannya aku mencium bibirnya beberapa saat sebelum akhirnya ia merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahku yang basah. Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya Haris yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami.
"Dev.." katanya ragu. Kami saling menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberi jawaban dan keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Haris saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah.

Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tangan Haris mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam. Entah bagaimana pria yang tampaknya sekasar dia bisa menyentuh selembut ini, aku tak peduli dan menikmati saja kelembutan yang memancing gairah ini. Kembali Haris yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi duduk tak kuasa melawan dan aku pun terbaring pasrah menikmati belaiannya, sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku. Haris mengambil inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan bernapsu pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, meremas-remas vaginaku yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun perkasa.

"Mmhhh... Harrissshhh.." desahku di sela-sela ciuman panas kami. Aku agak tidak rela saat tangan kekarnya meninggalkan selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dada montok yang mengintip menggoda dari BH-ku tak disentuhnya, membuatku semakin penasaran. Ia kembali mencium bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku, untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku. Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatku sangat penasaran dan terpancing menjadi semakin bergairah, sampai akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah tegak mengacung. Aku sendiri tidak tinggal diam dan mulai melepas kancing bajunya, dan setelah bajunya kulepaskan untuk menyingkap dada bidang dan kekar di depan mataku, ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan lidahnya ke buah dadaku.

Dihisap dan dijilatnya buah dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait BH-ku. Ia melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. "Ooohhh..." desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar menggesek putingku yang terasa sangat peka. Terus Haris menjilati dan menghisap dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini, sementara tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar telanjang bulat.

Haris melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Penisnya yang besar dan berotot mengacung dengan bangga. Ia melepas rokku dan membungkukkan badannya menjilati pahaku. Kembali lidahnya yang basah dan kasar menghantarkan setruman birahi hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi bila lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran vaginaku, semili lagi untuk menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak birahi penasaranku yang menginginkan lebih.

Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku, Haris mengalihkan jilatannya ke bibir vaginaku yang telah begitu basah penuh lendir birahi. "Gggaaahhh.. Harrrissshh.. ohhh.." rintihanku langsung menyertai ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Haris melalap vaginaku dari bawah sampai ke atas, menyentuh klitorisku.

"Ohhh.. ohhh.. ngh.. ngh.. ngh.. ohhh.." Aku memajumundurkan pantatku seirama dengan jilatannya pada vaginaku, sementara tanganku mengacak-acak dan menjambak-jambak rambutnya. Lendir gairah mengalir dari vaginaku, diterima oleh lidah dan mulut Haris yang tak henti menjilat dan menghisap vaginaku. Kenikmatan merebak perlahan, berpangkal dari vaginaku ke seluruh tubuhku, membuat pandanganku gelap dan kepalaku terasa melayang. Aku tahu aku hampir mencapai klimaks, padahal masih menginginkan lebih. Mungkin mengetahui itu juga, Haris melepas lidahnya dari vaginaku, dan melepas celana dalamku yang sudah basah kuyup tak karuan. Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar Haris berlutut di depanku. Vaginaku panas, basah dan berdenyut-denyut.

Haris membuka kakiku hingga mengangkang semakin lebar, lalu menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir vaginaku. "Hngk!" kerongkonganku tercekat saat kepala penis Haris menembus vaginaku. Walau telah basah berlendir, tak urung penis Haris yang demikian kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah dilewati bayi ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit rasa sakit. Tanpa terburu-buru, Haris kembali menjilati dan menghisap putingku yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut dalam vaginaku. Ia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis berotot ini ke dalam liang kenikmatanku. Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan gairah.

Akhirnya seluruh penis Haris tertelan oleh vaginaku, memberiku kenikmatan hebat, seakan vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Haris mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, sementara aku pun mulai membalas dengan gerakan pantat yang maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, sementara napas kami semakin tersengal-sengal diselingi desah penuh kenikmatan.

"Hhhh.. hhh.. hhh.. Devvvv.. ohhh ..nikmmattthh sahyangghh.."
"Ohhh.. Harrizzz.. hhh.. hhhh.. hhh.. hhhh.. mmm.."

Terus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Haris kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku sendiri hanya bisa menikmati semua itu sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat yang sempat terhenti kembali merebak perlahan berpusat dari vagina dan putingku, ke seluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu perlahan sehingga terasa seakan berjam-jam, walau sebenarnya hanya sekitar 20 menit. Penis Haris semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat. Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu. Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya perlahan terus bertambah seakan tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku terpaksa bergelinjang tanpa bisa kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku.

"Ngghhh.. nghhh.. nghhhhhh.. Harrrizzzhhhh.. Akkkk!!" pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku dan ledakan kenikmatan klimaks dalam tubuhku, membuat Haris semakin mengendalikan gerakannya yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan dan kembali lembut. Ledakan kenikmatan orgasmeku yang terasa seperti berpuluh-puluh menit itu menyemburkan lendir orgasme dalam vaginaku, sementara Haris dengan menggoda terus menggerakkan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penis Haris menggesek dinding vaginaku, suatu kenikmatan orgasme meledak dalam tubuhku.

Beberapa detik kenikmatan yang terasa seperti puluhan menit itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai lemas dengan penis Haris masih di dalam vaginaku yang berdenyut-denyut di luar kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Haris mengecup bibir, pipi dan leherku dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan sangat disayangi. Ia sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.

Setelah aku kembali "sadar" dari ledakan kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciuman Haris, memancing Haris untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap bibir dan lidahku semakin liar. Gairah Haris yang sempat tertahan tampak semakin terpancing dan ia mulai kembali menggerak-gerakkan pantatnya perlahan-lahan, menggesekkan penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar dan berani melayani gairahnya yang memang tampak sudah mendekati puncak. Genjotan penisnya pada vaginaku semakin cepat, kasar dan liar. Walau sudah tak menikmati rangsangan lagi, hanya menikmati kebersamaan, aku tak merasa disakiti oleh genjotan penis Haris yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar, hingga akhirnya ledakan lendir kental panas muncrat bertubi-tubi di dalam vaginaku.

"Hngk.. ngggghhh.. Devvv.." Haris melenguh menyertai ejakulasi puncaknya yang kubuat semakin nikmat dengan menekan pantatku maju, menancapkan penisnya sedalam-dalamnya di dalam vaginaku, sambil kupeluk tubuhnya erat. Setelah mengejang beberapa detik, tubuh Haris melemas dan ambruk menindih tubuhku. Berat memang, namun Haris menyadari itu dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Dua tubuh telanjang bermandikan keringat terbaring berdampingan di ranjang, tersungging senyum penuh kepuasan pada bibir kami berdua. Haris memeluk tubuhku dan mengecup pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas.

pernah menelan sperma laki-laki ...

Lisa sedang mengenakan kemeja berwarna putih, rok mini yang hanya sebatas paha, dan sepatu hak tinggi.
Tidak lama kemudian, Lisa akhirnya terkepung di sudut ruangan. Kakinya gemetaran. Rico lalu mengelus-elus dagu Lisa sambil berkata. "Wajahmu sungguh cantik neng, halus lagi."

Sementara itu, tono mengamat-amati tubuh Lisa dan berkata. "Dadamu besar juga neng, pahamu juga mulus."
"Tolong bang... jangan bang..." Wajah Lisa terlihat memelas.
"Tenang saja non, kalau kamu bersikap manis, kami juga akan bersikap manis." Kata Rico sambil tersenyum bengis.
"Hei Rico, kali ini saya duluan dong, masa setiap kali saya kebagian sisanya." Kata Tono dengan nada kesal.
Rico melihat-lihat tubuh Lisa yang molek itu sejenak, kemudian dia berkata. "Baiklah, tapi jangan lama-lama ya."
Rico lalu merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa yang sudah usang.

Kedua tangan Tono lalu memegangi pundak Lisa dan bibirnya mulai menciumi leher Lisa.
"ahh... jangan bang... tolong bang... ja... aa!" Perkataan Lisa terputus karena Tono tiba-tiba menusukkan jari tangan kirinya ke vagina Lisa.
"aahh... Sakit bang!" Air mata mulai mengalir turun dari kedua mata Lisa, namun Tono tidak peduli, dia malah semakin bernafsu memperkosa Lisa.

Tono mulai menciumi bagian atas dada Lisa yang tidak tertutupi bajunya, sementara tangan kirinya sibuk mengelus-elus vagina Lisa yang masih terbalut oleh celana dalam.

Beberapa saat kemudian, Tono lalu bermaksud untuk melepaskan kancing baju Lisa, namun Lisa secara refleks segera menangkap kedua tangan Tono sambil berkata dengan nada memohon. "Jangan bang... tolong bang, jangan..."

"Ayolah, jangan malu-malu neng." Tawa Tono sambil menurunkan kedua tangan Lisa dengan paksa.
Lisa tidak punya pilihan lain, dia hanya pasrah pada nasibnya.

Melihat Lisa tidak memberikan perlawanan lagi, Tono lalu melepaskan kancing kemeja Lisa satu persatu. Saat semua kancing bajunya sudah terlepas, terlihatlah buah dada yang berukuran cukup besar itu beserta BH berwarna hitam yang sedikit tembus pandang.

Melihat hal itu, gairah Tono langsung meningkat. Dia pun mulai menjilati dan meremas-remas dada Lisa yang masih terbalut BH berwarna hitam itu, sehingga Lisa sesekali bergidik dan mengerang.

Tidak lama kemudian, Tono lalu mengangkat rok mini Lisa ke atas hingga sebatas pinggang, dan terlihatlah celana dalam Lisa yang juga berwarna hitam. Sementara mulut Tono menciumi dan menjilati dada Lisa, tangan kirinya sibuk meraba-raba paha Lisa, dan tangan kanannya meremas-remas pantat Lisa yang montok itu.

Setelah puas meraba dan menjilati dada Lisa, Tono sekarang bermaksud untuk mengentoti Lisa. Dia lalu merobek BH dan celana dalam Lisa dengan paksa, sehingga Lisa menjerit kesakitan. Tono lalu melepaskan celana panjang serta celana dalamnya, dan terlihatlah penis yang sudah sangat menegang itu sedang bersiap-siap untuk menyerang.

Melihat hal ini, Lisa sangat terkejut. Dia segera mendorong tubuh Tono dan segera berlari menuju pintu gubuk tua itu, walaupun dia sedang tidak mengenakan BH dan celana dalam, dia tidak peduli lagi. Namun, baru saja Lisa melangkah keluar dari gubuk tua itu, rambut panjangnya dijambak oleh Rico, dan segera ditariknya Lisa kembali ke dalam gubuk itu dengan paksa.

Rico lalu menempeleng pipi Lisa dan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa usang. Tono yang sempat terkejut karena mengira Lisa akan melarikan diri itu sekarang sudah berdiri di hadapan Lisa. Tono lalu mengacungkan sebuah belati tajam ke leher Lisa dan berkata. "Kalau kamu berani macam-macam lagi. Akan kuiris-iris wajahmu yang cantik itu."

Mendengar ancaman Tono, Lisa menjadi semakin ketakutan, dan setelah Tono yakin bahwa Lisa tidak akan melarikan diri lagi, dia pun mulai mengelus-eluskan penisnya pada vagina Lisa dan bersiap-siap untuk mengentoti Lisa. Namun kali ini Lisa tidak memberikan perlawanan apa-apa lagi. Dia hanya tidur terlentang di atas sofa usang itu sambil memejamkan matanya rapat-rapat karena dia tidak tahan melihat keperawanannya direbut oleh seorang bajingan.

Beberapa detik kemudian, keheningan gubuk itu pun dipecahkan oleh suara jeritan Lisa.

Tiga hari kemudian, di sebuah kantor kepolisian yang terletak di Sumatera Barat

"Keparat!" Bentak Ronny sambil meninju meja yang terletak di hadapannya dengan keras. "Ini sudah kasus yang ke delapan. Apakah tidak ada jejak kedua orang itu sama sekali?"
"Lapor pak! Tim penyelidik telah memeriksa gubuk tua itu dengan seksama, namun tidak diketahui kemana larinya dua orang itu. Di tempat kejadian juga tidak ada barang bukti yang ditinggalkan si pelaku, kecuali gadis bernama Lisa yang telah diperkosa mereka berdua itu."

Pada saat yang bersamaan, seorang polisi lain memasuki ruangan Ronny dengan tergesa-gesa.
"Ada apa Frans?" Tanya Ronny.
"Motel Cahaya Malam... mereka ada disana..." Kata Frans dengan nafas tersenggal-senggal.
"Tenangkan dirimu dulu. Saya tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan." Kata Ronny.
"Tiga jam yang lalu, ada seorang saksi melihat dua pemerkosa yang sedang kita cari itu berjalan keluar dari Motel Cahaya Malam." Kata Frans.
"Benarkah itu?" Kata Ronny sambil bangkit berdiri dari kursinya. "Kalau begitu kita harus segera menuju ke motel tersebut dan menanyakan masalah ini kepada si pemilik motel."

Sementara itu, di ruangan pribadinya, Iwan, sang pemilik motel Cahaya Malam sedang duduk di kursi empuknya sambil merokok. Dia melihat jam tangannya sejenak, kemudian dia berdiri dari kursinya dan membetulkan posisi video kamera mini yang terletak di rak bukunya sambil bergumam. "Dari posisi ini seharusnya bisa mengambil gambar di seluruh kamar ini."

Tidak lama kemudian, terdengar sebuah ketukan di pintu, dan setelah Iwan berkata "Masuk!", seorang pelayan berambut pendek yang cantik dan seksi pun berjalan memasuki ruangan tersebut.

Pelayan wanita itu sedang mengenakan seragamnya yang berupa kemeja putih berlengan panjang serta rok mini yang berwarna merah.
"A... ada apa tuan memanggil saya?" Tanya pelayan itu dengan gugup.
"Kemarilah sejenak dan duduklah disini." Kata Iwan sambil menyodorkan sebuah kursi kepadanya. "Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu."

Setelah pelayan itu duduk, Iwan lalu berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu itu dengan perlahan.
"Kudengar dari pelayan lain kamu memecahkan dua piring lagi." Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan wanita tersebut.
"Sa... saya tidak sengaja tuan. Waktu itu piringnya agak licin, sehingga..." Namun belum sempat pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Iwan langsung merangkul pelayan itu dari belakang sambil memegangi kedua payudaranya yang besar dan montok itu.

Pelayan itu sangat terkejut, dia langsung menepis tangan Iwan ke samping dan segera menjauh dari Iwan. "An... anda mau apa tuan!"
"He... he... tidak kusangka, ternyata dadamu besar juga." Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan tersebut.
"Jangan mendekat! Kalau kamu berani mendekat lagi, aku akan menjerit!" Ancam pelayan itu.
"Ayolah Lucy, kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini bukan? Keluargamu di kampung yang miskin itu sedang menunggu uang penghasilanmu bukan? Apa jadinya kalau aku terpaksa memecat kamu? Apakah kamu tidak kasihan kepada adik-adikmu yang akan mati kelaparan itu?" Kata Iwan.

Lucy sang pelayan tidak berkata apa-apa. Dia kelihatan sedang memikirkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Iwan.
Iwan lalu memegangi kedua bahu Lucy dan mulai menciumi leher Lucy. Namun Lucy tidak memberikan perlawanan karena seperti yang dikatakan Iwan, keluarganya sangat miskin, dan dia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang satu ini karena gajinya lumayan besar.

Lucy lalu memejamkan kedua matanya, sambil mencoba untuk menikmati perlakuan bosnya. Lucy juga merasakan ciuman Iwan semakin lama semakin menurun, dan sesaat kemudian, Iwan sedang menciumi payudara Lucy.

Pada saat ini, Lucy sebenarnya ingin sekali menampar keparat yang sedang berdiri di hadapannya itu, namun dia mengurungkan niatnya saat mengingat keluarganya di kampung.

Melihat Lucy tidak lagi memberikan perlawanan, Iwan pun mulai melepaskan kancing baju Lucy satu persatu. Melihat hal ini, Lucy menjadi semakin takut, dia bergerak dengan gelisah sambil sesekali berkata. "Jangan pak... tolong... jangan buka baju saya..."

Namun Iwan tidak menghiraukan perkataan Lucy. Setelah selesai melepaskan semua kancing baju Lucy, tangan kiri Iwan pun mulai meremas-remas payudara Lucy yang masih terbungkus BH berwarna putih itu, sementara bibirnya sibuk menciumi bibir Lucy dengan paksa.

Namun Lucy berusaha untuk menghindari ciuman Iwan sambil sesekali mengerang dan mendesah. "Ahh... uhh... ahh... ja... ngan... pak..."

Setelah meremas-remas payudara Lucy dan menciumi bibirnya, Iwan bermaksud untuk bertindak lebih jauh lagi. Dia lalu memasukkan tangannya yang satu lagi ke dalam rok mini Lucy dan mulai meraba-raba pahanya yang mulus itu.
Saat tangan kanan Iwan mulai meraba-raba paha Lucy, Lucy secara refleks langsung merapatkan kedua pahanya supaya tangan Iwan tidak bisa mencapai vaginanya.

Namun Iwan tetap memaksakan tangannya untuk meraba vagina Lucy, sehingga Lucy menjadi semakin takut dan gelisah. Lucy sesekali menghentakkan kakinya ke atas lantai, sambil berkata dengan nada memohon. "Ah... pak... jangan... jangan disitu pak... tolong pak... jangan disitu..."

Setelah gagal meraih vagina Lucy, Iwan lalu mengarahkan tangannya ke pantat Lucy dan meremas-remasnya. Tindakan Iwan membuat Lucy mengerang dan mendesah. Iwan lalu menggenggam celana dalam Lucy dan menariknya turun. Namun Lucy tetap merapatkan kedua pahanya erat-erat, sehingga celana dalamnya susah untuk ditarik turun.

Melihat hal ini, Iwan lalu menggunakan tangannya yang satu lagi untuk menarik BH Lucy ke atas, sehingga terlihatlah kedua payudara Lucy yang besar dan montok itu, beserta puting susunya yang berwarna merah.

Iwan lalu memain-mainkan puting susu Lucy dengan jari-jarinya, sementara mulutnya menjilat dan mengulum-ngulum puting susunya yang satu lagi.

Menghadapi serangan di tiga tempat ini, Lucy menjadi kewalahan, sehingga tanpa disadarinya dia pun melonggarkan kedua pahanya, dan celana dalamnya pun berhasil ditarik turun oleh Iwan.

Begitu celana dalam Lucy berhasil diturunkan, Iwan langsung mengarahkan tangannya ke vagina Lucy sambil meraba-raba bagian luar dan dalamnya, sehingga erangan dan desahan Lucy terdengar semakin keras.

Tidak lama kemudian, vagina Lucy pun mulai mengeluarkan cairan. Saat tangan Iwan merasakan cairan yang keluar dari vagina Lucy, dia pun berjongkok di depan Lucy dan mulai menjilat-jilati vagina Lucy. Lidah Iwan menyerang vagina Lucy dengan gencar. Mula-mula dia menjilati bagian luar vagina Lucy terlebih dahulu. Kemudian dia pun mulai menusuk-nusukkan lidahnya ke dalam vagina Lucy.

Karena tidak tahan terhadap rasa gelinya, tangan Lucy pun meremas-remas tirai jendela yang tergantung disampingnya dengan kuat, sambil sesekali mendesah. "Aahhh... uuhhhh... aahhhhhh..."

Namun nasib Iwan sungguh sial. Justru pada saat inilah, pintu ruangan tersebut diketuk, dan terdengar suara yang berkata. "Kami polisi, harap dibukakan pintunya, ada hal yang ingin kami tanyakan."

Polisi yang tiba-tiba datang ke motelnya membuat Iwan menjadi kalang-kabut. Dia mengira bahwa perbuatannya terhadap Lucy sudah ketahuan oleh polisi. Dia lalu berjalan kesana kemari karena saking paniknya. Dia tidak tahu apakah dia harus membukakan pintu atau tidak.

Melihat hal ini, Lucy cepat-cepat membetulkan letak BH-nya, mengancingkan bajunya dan menaikkan celana dalamnya kembali, serta tanpa pikir panjang lagi, Lucy langsung berteriak "Tolong! Tolong!"

Mendengar teriakan Lucy, Iwan bertambah panik, sementara para polisi semakin keras menggedor pintu tersebut sambil berteriak "Ada apa di dalam! Cepat bukakan pintu!"

Sesaat kemudian, pintu tersebut pun berhasil didobrak oleh para polisi.

---//---

Beberapa menit kemudian, Iwan dan Lucy beserta beberapa orang polisi sedang duduk di dalam sebuah ruangan kecil di Motel Cahaya Malam.

Tidak lama kemudian, Ronny dan Frans juga memasuki ruangan tersebut.

Ronny menatap Iwan sejenak, kemudian dia menyodorkan dua buah foto ke arah Iwan sambil bertanya. "Kamu kenal dua orang ini?"
Iwan melihat foto itu sebentar, kemudian dia berkata dengan ragu-ragu. "Ti... tidak kenal pak."
"Jangan bohong!" Kata Frans sambil menepuk kepala Iwan.
"Be... benar pak, sa... saya tidak bohong pak!" Kata Iwan yang terlihat sangat ketakutan.

Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan bertanya dengan suara yang lebih lembut. "Nona Lucy, coba katakanlah apa yang dilakukan bosmu kepadamu di dalam ruangan tadi."
Lucy kelihatan ragu-ragu apakah hendak mengatakan perbuatan kurang ajar bosnya atau tidak.
"Tidak perlu takut nona Lucy, kamu berada di bawah perlindungan kami. Katakanlah yang sebenarnya." Kata Ronny lagi.
Setelah mempertimbangkan sejenak, Lucy kemudian berkata. "Dia... dia hendak memperkosaku."

"Tidak! Itu tidak benar! Itu bohong!" Kata Iwan yang terlihat semakin panik dan takut.
"Lalu bagaimana kamu menjelaskan isi video ini." Frans menyodorkan sebuah video yang berisi rekaman apa yang dilakukan Iwan kepada Lucy barusan.

Wajah Iwan langsung menjadi pucat pasi. Dia terduduk lemas di kursinya tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Video yang sengaja direkamnya supaya bisa digunakannya kelak untuk memeras Lucy justru menjadi senjata makan tuan.

"Bawa dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis!" Kata Ronny kepada seorang polisi yang berdiri disampingnya.
"Tidak, jangan pak! Saya kenal dua orang itu! Saya akan mengatakan semuanya! Mereka bernama Rico dan Tono!" Kata Iwan dengan nada panik.
"Baiklah kalau begitu, coba ceritakan semuanya." Kata Ronny.

"Mereka mulai tinggal di motel ini kira-kira satu minggu yang lalu. Pada suatu malam, saya memergoki mereka sedang memperkosa seorang gadis, tapi saya ketahuan oleh salah satu dari mereka. Mereka lalu mengancam saya, kalau saya berani memberitahukan hal ini kepada polisi, mereka akan membunuh saya dan membakar seluruh motel ini." Kata Iwan.

"Kira-kira tiga jam yang lalu mereka keluar dari hotel ini, kamu tahu mereka menuju kemana?" Tanya Ronny.
"Saya tidak tahu pak, tapi salah seorang dari mereka sepertinya berbicara tentang kereta api."
"Ada hal lain lagi yang ingin kamu katakan?" Tanya Ronny lagi.
"Tidak ada lagi pak, semuanya sudah aku katakan."
"Baiklah, seret dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis." Kata Ronny kepada Frans.

"Tapi pak... ini tidak adil pak! saya sudah memberitahukan semuanya! Pak! Ampun pak!!!" Iwan lalu diseret keluar ruangan oleh Frans dan beberapa orang polisi.
Samar-samar Ronny dapat mendengar suara Frans yang sedang membentaki Iwan. "Tidak adil kepalamu! Kamu kira ini pasar malam hah? Pake tawar menawar segala."

Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan berkata. "Tidak ada masalah lagi nona Lucy. Sekarang kamu sudah boleh pulang."
Lucy langsung memeluk Ronny dengan erat sambil berkata. "Untung kalian datang pak... terima kasih pak... terima kasih banyak..."
Ronny menjadi salah tingkah dan mukanya menjadi merah. Dia lalu berkata. "Tidak apa-apa... ini... sudah menjadi kewajibanku."

Satu jam kemudian, Ronny dan Frans sedang berada di dalam mobil polisi yang sedang menuju ke salah satu stasiun kereta api.
"Hei Ron, kita kan sudah menempatkan beberapa orang polisi di setiap stasiun kereta api yang diperkirakan akan dituju Rico dan Tono. Untuk apa lagi kita menuju ke stasiun kereta api yang terakhir?" Tanya Frans.
"Yang saya takutkan adalah, mereka akan kabur dengan kapal laut di pelabuhan yang berdekatan dengan stasiun kereta api terakhir." Kata Ronny.
"Kapal laut? Kalau begitu mereka bisa saja..."
"Benar... mereka bisa saja kabur ke luar negeri. Kalau mereka sempat kabur keluar negeri, maka kita akan semakin sulit menangkap mereka."

Sementara itu, di dalam kereta api yang sedang ditumpangi oleh Rico dan Tono.

Mereka sedang duduk di dalam salah satu gerbong yang hanya terdapat enam orang penumpang, termasuk Rico dan Tono. Saat-saat ini bukanlah masa liburan sehingga kereta api tersebut tidak banyak penumpangnya.

Tiba-tiba Rico berkata kepada Tono. "Hei, coba kamu lihat. Cewek yang duduk di seberang sana cakep juga loh."
"Yang mana." Kata Tono.
"Yang itu." Kata Rico sambil menunjuk ke arah cewek tersebut.
"Wah, OK juga. Bodynya juga mantap." Kata Tono.
"Hei Ton, bagaimana kalau kita memperkosa dia." Sebuah senyuman bengis terukir di bibir Rico.
"Tapi... kejadian di gubuk tua waktu itu sudah ketahuan oleh polisi, dan mungkin polisi saat ini sedang mengejar kita. Apa tidak sebaiknya kita diam dulu untuk sementara." Kata Tono.
"Tenang saja. Begitu kita tiba di stasiun, kita langsung menuju ke pelabuhan dan kabur ke luar negeri. Polisi pasti akan sulit melacak kita."

Tono merenungkan perkataan Rico sejenak, kemudian dia berkata. "Baiklah kalau begitu. Tapi, bagaimana caranya kita membujuk cewek itu ke tempat kosong."
"Begini saja, kamu..." Rico lalu membisikkan rencana mereka di telinga Tono.

---//---

"Halo nona." Sapa Rico kepada gadis cantik yang tadi ditunjukkannya kepada Tono.
"Halo..." Kata cewek itu dengan ragu-ragu. "Apakah sebelumnya kita pernah berjumpa?"
"Oh tidak... saya hanya lagi bosen, jadi saya sekalian mengajak nona untuk berbincang-bincang. Bolehkah saya duduk disini?" Kata Rico sambil tersenyum manis.
"Silahkan... silahkan..." Kata cewek itu.
"Nama saya Rico. Bolehkah saya tahu nama anda?" Kata Rico.
"Saya Fitri." Balas cewek itu.

Rico lalu berusaha untuk bersikap ramah dan terus mengajak Fitri berbual-bual, sambil mencari kesempatan untuk mengajaknya ke gerbong paling belakang (gerbong yang kebetulan sedang tidak ada penumpang, dan Tono sedang menunggu disana.)

Setelah beberapa menit, Rico pun tidak punya bahan pembicaraan lagi. Saat dia sedang sibuk memikirkan cara untuk mengajak Fitri, Rico tidak sengaja melihat ke dada Fitri.

Saat itu Fitri sedang mengenakan pakaian serba hitam yang seksi. Kaos hitam ketat, rok mini hitam, serta stocking yang juga berwarna hitam.

Kaos Fitri yang ketat itu membuat payudaranya kelihatan sangat besar dan montok.

Melihat payudara yang sangat menggairahkan itu, Rico jadi lupa kepada rencana semula. Tanpa disadarinya, tangannya mulai meraba-raba paha Fitri yang halus itu.
Melihat hal ini, Fitri sangat terkejut. Dia spontan menepis tangan Rico sambil berkata dengan kasar. "Anda mau apa!"

Rico menjadi panik. "Celaka, rencana gagal!" Pikirnya. Namun pada saat ini, dia teringat kepada pisau belatinya yang selalu dibawanya itu. Dia lalu mengeluarkan pisau belatinya dan mengarahkan pisau itu ke pinggang Fitri sambil berkata dengan nada mengancam. "Kamu lihat belati ini. Kalau kamu berani menjerit, saya akan menusuk kamu."

Fitri terkejut setengah mati. Dia lalu memohon kepada Rico. "Jangan bang... saya... saya punya sedikit uang, ambil saja semuanya bang." Kata Fitri sambil mengeluarkan dompetnya dengan tangan yang gemetaran.
"Diam! Uang saja tidak cukup!" Kata Rico.
"Ka... kalau begitu bang, saya juga punya beberapa perhiasan, ambil saja semuanya bang, tapi jangan lukai saya." Kata Fitri dengan suara gemetaran.
"Kamu belum mengerti juga ya non, yang saya inginkan adalah tubuh kamu." Kata Rico sambil meraba-raba paha Fitri dengan tangannya yang satu lagi yang tidak memegang belati.

Mendengar perkataan Rico, Fitri semakin takut dan panik. Keringat dingin pun mulai mengalir.
"Jangan... jangan bang... semua uang saya akan saya berikan... tapi jangan perkosa saya bang..." Kata Fitri dengan nada memohon.
"Tubuhmu seksi juga non." Kata Rico sambil memasukkan tangannya ke dalam rok mini Fitri.
"Ah... jangan disitu bang... jangan..." Kata Fitri sambil menahan tangan Rico dengan kedua tangannya supaya Rico tidak dapat meraba lebih dalam lagi.

Rico lalu menusukkan belatinya lebih kuat sedikit, sehingga Fitri mulai merasakan rasa sakit di pinggangnya. "Ah... sakit bang... pisaunya jangan ditekan kuat-kuat bang."
"Lepaskan kedua tanganmu dulu, dan biarkan saya meraba pahamu." Kata Rico.

Fitri tidak punya pilihan lain. Dia pun tidak berani lagi menahan tangan Rico, sehingga sekarang tangan Rico bebas bergerak di dalam rok mini Fitri.

Gerakan tangan Rico di dalam rok mini Fitri membuatnya sesekali mendesah. "Ahh... uuhhhh... ahhhh..."

Sementara tangan Rico meraba-raba paha Fitri, mulutnya juga tidak tinggal diam. Rico mulai menciumi dan menjilati leher dan telinga Fitri.

Pada saat ini kereta api sedang berjalan pada kecepatan tinggi, sehingga erangan dan desahan Fitri tidak akan terdengar oleh penumpang lain karena tertutup oleh suara mesin kereta api yang cukup berisik.

Setelah puas meraba paha Fitri, Rico lalu memasukkan tangannya ke dalam kaos Fitri dari bawah dan mulai meremas-remas payudara Fitri, sedangkan mulutnya tetap menciumi dan menjilati telinga serta leher Fitri.

Mula-mula tangan Rico hanya meremas-remas BH Fitri, namun beberapa saat kemudian, Rico pun memaksakan jari-jarinya untuk masuk ke dalam BH Fitri yang lumayan ketat itu, dan mulai mempermainkan puting susu Fitri.

Beberapa saat kemudian, Rico lalu menyuruh Fitri untuk berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke gerbong belakang sambil diikuti oleh Rico. Belati Rico juga masih diarahkan ke punggung Fitri, untuk mencegahnya berbuat macam-macam. Rico juga berjalan berdekatan dengan Fitri, supaya penumpang lain tidak melihat belati yang sedang dipegang oleh Rico.

Melihat pantat Fitri yang bergoyang-goyang saat berjalan, Rico menjadi semakin bergairah, sehingga sesekali dia mengelus dan meremas pantat Fitri. Namun Fitri hanya diam saja, karena dia takut Rico akan menusukkan belatinya kalau dia berani macam-macam.

Tidak lama kemudian, mereka pun tiba di gerbong terakhir, dimana Tono sedang menunggu.

"Lama sekali kamu. Saya pikir rencana kita gagal." Kata Tono.
"Mana mungkin kita gagal." Kata Rico sambil tersenyum bengis.
"Baiklah, kalau begitu saya akan berjaga-jaga di pintu. Kalau ada orang yang ingin masuk, saya akan menghalanginya." Kata Tono. "Tapi ingat, waktumu cuma sepuluh menit, setelah sepuluh menit, gantian kamu yang jaga."
"Baiklah, baiklah." Kata Rico dengan tidak sabar.

Tono lalu berjalan ke pintu gerbong, dan saat dia melewati Fitri, dia meremas kedua dada Fitri cukup keras, sehingga Fitri mengerang kesakitan.
Setelah Tono keluar dari gerbong, Rico lalu mendorong Fitri hingga terjatuh di atas lantai, kemudian Rico pun langsung menghimpit tubuh Fitri sambil menciumi bibirnya dengan paksa.

Fitri tidak berani bertindak macam-macam. Dia hanya menurut saja saat bibirnya diciumi dan dadanya diraba-raba oleh Rico. Walaupun sebenarnya dia merasa jijik dan ingin muntah.

Setelah menciumi bibir Fitri, Rico lalu menciumi dagu Fitri, leher Fitri, dan kemudian payudara Fitri. Sementara tangannya dimasukkan ke dalam rok mini Fitri sambil meraba-raba pangkal pahanya.

Rico lalu menarik kaos Fitri serta BH nya ke atas, sehingga mencuatlah payudara Fitri yang besar itu. Mula-mula Rico meremas-remas kedua dada Fitri terlebih dahulu, kemudian dia memutar-mutar kedua puting susu Fitri dan menghisap keduanya secara bergantian.

Sebenarnya Fitri tidak ingin mengeluarkan suara desahan dan erangan, karena dia tahu hal itu akan membuat Rico semakin bergairah. Namun mulut Rico yang terus memain-mainkan puting susunya, serta jari-jari Rico yang mengelus-elus pangkal pahanya dengan gencar itu membuatnya tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Fitri pun akhirnya menjerit. "AHH... OOhh... aahhhh..."

Pada saat ini, vagina Fitri juga sudah mulai mengeluarkan cairan. Rico lalu melepaskan rok mini dan celana dalam Fitri, sehingga terlihatlah vagina Fitri yang penuh dengan bulu-bulu halus yang sudah mulai basah itu.

Melihat pemandangan yang menggairahkan itu, tanpa pikir panjang lagi, Rico langsung melepaskan celana jeans serta celana dalamnya. Ini adalah pertama kalinya Fitri berhubungan seks dengan seorang laki-laki, sehingga lubang vagina Fitri masih sempit. Maka saat Rico menusukkan penisnya yang terhitung besar itu ke dalam vagina Fitri, Fitri langsung menjerit kesakitan.

Tanpa mempedulikan jeritan Fitri, Rico terus memompa vagina Fitri dengan keras, hingga kedua payudara Fitri juga ikut bergerak naik turun.

Beberapa menit kemudian, Rico pun menembakkan cairan panas ke dalam vagina Fitri, membuat Fitri menjerit untuk yang kedua kalinya, kemudian Fitri pun terkulai lemas pada lantai kereta api tersebut. Air mata pun mengalir turun membasahi pipinya.

Sebenarnya Rico masih punya tenaga untuk 'bermain' lagi, namun pada saat ini Tono memasuki gerbong tersebut karena waktu sepuluh menit sudah berlalu. Maka dengan agak kesal, Rico pun terpaksa mengenakan pakaiannya kembali, dan keluar dari gerbong tersebut untuk menghalangi orang lain memasuki gerbong itu.

Melihat Fitri yang hampir telanjang bulat itu sedang terkulai lemas di atas lantai, penis Tono langsung menegang. Tono lalu melepaskan celananya, dan berdiri di hadapan Fitri dengan penisnya yang sangat besar itu diacungkan ke wajah Fitri sambil berkata. "Jilat lalu hisap!"

Fitri merasa jijik dan takut, karena penis Tono sangat bau. Dan karena Fitri masih saja enggan menjilati penis Tono, Tono lalu menjambak rambut Fitri dan memaksanya untuk menjilatinya.

Akhirnya Fitri pun terpaksa menjilati penis Tono, walaupun sebenarnya dia ingin muntah karena saking baunya. Setelah dijilati untuk beberapa saat, Tono lalu berkata kepada Fitri. "Sekarang hisap!"

Sambil mencoba untuk tidak membayangkan bau yang berasal dari penis Tono itu, Fitri pun mulai menghisap penis Tono.

Beberapa saat kemudian, penis Tono akhirnya mulai bergetar. Fitri juga merasakan bahwa Tono sudah akan berejakulasi, maka dia bermaksud untuk menyingkirkan penis Tono dari mulutnya. Namun Tono justru menekan kepala Fitri dan memasukkan penisnya makin dalam ke mulut Fitri, dan beberapa detik kemudian, Tono pun berejakulasi di mulut Fitri.

Waktu itu posisi penis Tono di dalam mulut Fitri cukup dalam, sehingga spermanya langsung ditembakkan ke dalam tenggorokan Fitri. Fitri yang tidak pernah menelan sperma laki-laki itu kontan terbatuk-batuk dan muntah di lantai kereta api itu. Karena merasa jijik dan terhina, Fitri pun menangis tersedu-sedu di gerbong kereta api itu.

Namun Tono tidak mempedulikan tangisan Fitri. Dia lalu melebarkan kedua kaki Fitri ke samping dan bermaksud untuk mengentotinya.

Melihat hal ini, Fitri langsung menutupi vaginanya dengan kedua tangannya, dan mencoba untuk merapatkan kedua kakinya sambil berkata. "Jangan bang... tolonglah bang... jangan... sakit bang..."
Akan tetapi Tono tidak mempedulikan ratap tangis Fitri. Tono menampar Fitri dengan keras, dan menyingkirkan kedua tangan Fitri yang sedang menutupi vaginanya itu. Lalu Tono mulai memompa vagina Fitri sambil sesekali meremas kedua payudara Fitri yang juga ikut bergerak naik turun itu, dan gerakan Tono semakin lama semakin cepat. Tidak lama kemudian, Tono pun berejakulasi untuk kedua kalinya, dan kali ini di dalam vagina Fitri.